Menjadikan Pedoman Perpusnas RI Sebagai Referensi Bimtek Literasi Informasi di Perpusda



Sebagai pustakawan, literasi Informasi merupakan salah kegiatan yang harus dilaksanakan di perpustakaan. Pada Peraturan Kepala Perpustakaan Nasional Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2015 tentang petunjuk teknis jabatan fungsional pustakawan dan angka kreditanya dijelaskan kegiatan literasi informasi sebagai berikut:

“Kegiatan membimbing pemustaka dalam memecahkan masalah, baik untuk kepentingan instansi, akademis ataupun pribadi, melalui proses pencarian, penemuan, dan pemanfaatan informasi dari beragam sumber, serta mengkomunikasikan pengetahuan baru ini dengan efektif, efisien dan beretika”.

Jika sebelumnya kegiatan tersebut hanya dilakukan pada jenjang pustakawan ahli madya, maka berdasarkan Peraturan Perpusnas Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pedoman Penyusunan Formasi Jabatan Fungsional Pustakawan, kegiatan ini diperluas ke semua jenjang jabatan dalam kategori tingkat 1 hingga tingkat 4.

Dalam profesi pustakawan, literasi informasi ini juga merupakan klaster kompetensi tersendiri. Saya sendiri telah mengantongi sertifikat kompetensi klaster literasi informasi dan promosi perpustakaan untuk tahun 2018-2020. Dulunya klaster ini disatukan dengan promosi perpustakaan. Namun saat ini telah dibagi, dengan nama Klaster Pengembangan Kemampuan Literasi Informasi dan Klaster Pelaksanaan Promosi Layanan Perpustakaan. Meskipun masa sertifikat telah berakhir, namun keinginan untuk terus meningkatkan kompetensi ini merupakan hal harus dilakukan, apalagi dengan adanya peraturan Perpusnas di atas.

Dalam skema sertifikasi yang dapat dilihat di website sertifikasi-pustakawan.perpusnas.go.id, terdapat lima indikator yang diujikan dalam klaster Pengembangan Kemampuan Literasi Informasi yaitu mendefinisikan kebutuhan informasi individu, melakukan penelusuran informasi, melakukan evaluasi informasi, melakukan analisis-sintesis informasi dan melakukan diseminasi informasi.

Selain itu, literasi informasi ini juga memiliki pedoman yang telah disusun oleh Perpustakaan Nasional RI. Pedoman ini juga mengelaborasi konsep literasi informasi dan praktiknya dengan program Transformasi Perpustakaan Berbasis Inklusi Sosial, sehingga nama pedomannya ialah Pedoman Literasi Untuk Kesejahteraan. Pedoman ini dapat diakses melalui tautan bintangpusnas.perpusnas.go.id/konten/BKVSNGB/pedoman-literasi-untuk-kesejahteraan.

Pedoman ini mempunyai keterkaitan yang erat dalam penyusunan skema dalam sertifikasi kompetensi pustakawan untuk kompetensi pendamping/instruktur literasi informasi bagi masyarakat, penyusunan kurikulum pelatihan dan pendidikan (diklat) untuk diklat terkait, penyusunan materi bimbingan teknis dalam pembinaan pustakawan, penyusunan standar dan pelaksanaan akreditasi perpustakaan, dan penyusunan kegiatan layanan perpustakaan berbasis inklusi sosial. Selain itu, diharapkan pedoman ini dapat sejalan dengan pengembangan kurikulum pendidikan tinggi ilmu perpustakaan dan informasi di Indonesia. (Farli Elnumeri, 2020)

Dalam tiga kali kesempatan menyampaikan materi literasi Informasi di 3 kabupaten (Sidrap, Pinrang dan Enrekang) pada bulan mei ini, saya menggunakan pedoman Perpustakaan Nasional RI tersebut. Kelebihan dari pedoman tersebut, karena disusun secara sistematis dengan penjelasan konsep literasi informasi berdasarkan standarkompetensi literasi informasi yang disusun oleh IFLA, MIL UNESCO, maupun SKKNI. Model-model literasi informasi yang dijelaskan juga memudahkan bagi pembaca untuk pengimplementasiannya berdasarkan kelompok usia.

Pada bab IV yaitu “Peran Pustakawan dalam Peningkatan Literasi Informasi Masyarakat”, saya anggap penting dan relevan dibaca oleh pustakawan yang akan menjadi fasilitator Bimtek Literasi Informasi. Utamanya bahwa bimtek ini sebagai pilihan yang banyak dilakukan di kabupaten/kota sebagai penguatan literasi melalui DAK Nonfisik Perpusnas. Menurut saya, meskipun di dalam juknis telah diuraikan 5 tahapan literasi informasi, namun pedoman ini sebaiknya dijadikan sebagai salah satu referensi bagi para narasumber.

Pada pembahasan tentang pustakawan sebagai instruktur literasi informasi dijelaskan bahwa pustakawan perlu mengasah kemampuan perihal teknik mengajar dan memfasilitasi program pembelajaran.

Hal ini penting, karena peran sebagai instruktur dan fasilitator pengetahuan menuntut pustakawan mempelajari format-format baru terkait informasi, memfasilitasi titik akses non-tradisional, serta media informasi yang terus berubah. (Farli Elnumeri, 2020)

Merujuk pada berbagai sumber, Farli dan kawan-kawan menyusun empat kelompok besar keterampilan yang penting dimiliki oleh pustakawan saat menyampaikan pembelajaran literasi informasi bagi masyarkat yaitu keterampilan instuksional, keterampilan komunikasi, keterampilan literasi informasi, dan keterampilan manajerial.

Selain itu, dalam pedoman tersebut, juga diberikan ulasan mengenai keterampilan yang perlu dimiliki pustakawan sebagai pendamping kegiatan literasi informasi bagi masyarakat. Karena itu, implementasi dari buku pedoman ini dapat digunakan secara serentak, khususnya pada perpustakaan mitra program Transformasi Perpustakaan Berbasis Inklusi Sosial.

Selanjutnya, seperti yang direkomendasikan tim penyusun pedoman ini, diharapkan ke depannya narasumber atau fasilitator bimtek literasi informasi memiliki panduan teknis berupa modul literasi informasi.

Turunan teknis dari pedoman ini dapat berupa panduan pelaksana dan teknis seperti modul atau bahan ajar. Misalnya modul literasi informasi bagi fasilitator, modul pendampingan literasi informasi, modul program pengajaran literasi informasi, modul advokasi, modul strategi peningkatan layanan perpustakaan, serta modul monitoring dan evaluasi literasi informasi. (Farli Elnumeri, 2020)

Berangkat dari pengalaman bimtek literasi informasi yang diikuti oleh pustakawan, pengelola perpustakaan/pegiat literasi dan guru pada tiga kabupaten tersebut, saya berpikir mungkin ada baiknya bimtek literasi informasi dibuat dalam masing-masing kategori. Kategori itu meliputi literasi informasi bagi pustakawan (sekolah) sebagai penguatan integrasi kurikulum dengan fungsi perpustakaan sekolah, literasi informasi bagi pengelola perpustakaan/pegiat literasi yang terintegrasi dengan program TPBIS, dan literasi informasi untuk guru dengan mengacu pada Media and Information Literacy Curriculum for Teachers yang diterbitkan UNESCO.

Dengan menggunakan pedoman yang disusun oleh Perpusnas, tentunya diharapkan fasilitator dapat meningkatkan efektivitas bimtek literasi informasi, sehingga peserta dapat mencapai tujuan pembelajaran literasi informasi.