Selama 5 hari pada tanggal 3-7 Juni 2024, sebanyak 41 orang pengelola perpustakaan desa/kelurahan mengikuti Bimbingan Teknis Strategi Pengembangan Perpustakaan dan Teknologi Informasi Komunikasi di Novotel Makassar. Peserta tersebut berasal dari 7 kabupaten/kota dengan 33 desa/kelurahan, di antaranya Bone, Maros, Sinjai, Pangkep, Luwu Utara, Luwu Timur, dan Palopo. Kegiatan ini merupakan penguatan kapasitas tenaga perpustakaan untuk Program Transformasi Perpustakaan Berbasis Inklusi Sosial (TPBIS) yang sudah dijalankan Perpustakaan Nasional RI sejak tahun 2019.
Alhamdulillah, saya kembali diberikan kesempatan untuk berbagi kepada para peserta, transfer pengalaman dan materi mengenai strategi pengembangan perpustakaan. Partisipasi saya ini tentunya menjadi bagian dari proses untuk terus menguatkan diri dan mendapatkan informasi dari para peserta. Sebab apa yang kami sampaikan juga akan terus dikerjakan dalam lingkup kabupaten sendiri. Meskipun saya menyadari pula, bahwa desa-desa lain yang telah dan sedang saya fasilitasi kemungkinan lebih proaktif ketimbang wilayah saya. Dan memang beberapa desa dan kabupaten yang pernah saya fasilitasi jauh lebih berkembang. Hal ini tentu tidak membuat saya jadi berkecil hati, sebab masih tersimpan semangat untuk mendorong lebih baik para pengelola perpustakaan yang ada di Kabupaten saya. Akan terus mendorong formulasi yang dapat membangun ekosistem literasi desa yang mengakar.
Selama proses pembelajaran dalam bimtek, antusias peserta untuk saling berbagi begitu kelihatan. Dalam pesan dan kesan yang disampaikan oleh Ketua Kelas Hasdi (salah satu peserta dari Bone) menyampaikan bahwa mereka tidak merasakan kebosanan selama 4 hari menerima 11 sesi. Bahkan ia mengatakan bimtek yang diikuti terasa begitu cepat dan materi dapat diserap dengan mudah.
“Saya dan teman-teman mendapatkan pemahaman yang mendalam. Materi-materi yang disampaikan pemateri sangat relevan dan praktis sesuai strategi pengembangan perpustakaan di era TIK, mudah kami pahami untuk diterapkan. Semoga kegiatan serupa dapat terus dilaksanakan untuk meningkatkan kualitas perpustakaan di Sulsel,” ujar Yuliani yang juga tampil menyampaikan pesan dan kesan dalam acara penutupan.



Pemahaman peserta mengenai materi yang kami sampaikan dapat pula dilihat secara presentase dari hasil pretest dan post test. Di samping itu juga terdapat pengisian feedback dari para peserta, yang hasilnya secara umum menyatakan sangat setuju mulai dari materi, metode, pemahaman, waktu, dan proses yang menyenangkan. Semua peserta mencentang setuju materi yang disajikan jelas dan dapat diterapkan sehingga pada umumnya merasa yakin untuk melakukan implementasi/ melaksanakan program pasca Bimtek.
Tahun ini, ada hal yang baru dari tema program TPBIS yakni dukungan terhadap program Merdeka Belajar dan Kampus Merdeka. Sekilas kita sudah mengetahui program Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi tersebut sebab menjadi isu yang banyak dibicarakan di media-media saat ini. Ditambah bahwa dalam beberapa perkuliahan di kelas program doktor Pendidikan, saya pernah membahas mengenai program ini bersama teman-teman kelompok saat itu. Juga saat ini saya terlibat dalam program Kemendikbud bernama Praktisi Mengajar. Dari situ, saya mulai mengetahui kegiatan Guru Penggerak, Program Literasi Melalui Bahan Bacaan Bermutu dan kegiatan lainnya.
Jika diamati, kegiatan yang selama ini dilakukan di Perpustakaan Desa/Kelurahan mitra Program TPBIS sebenarnya sudah sering melibatkan unsur sekolah dengan melakukan bimbingan belajar bagi para peserta didik. Di berbagai jenis kegiatan, peserta didik menjadi sasaran utama kegiatan Perpusdes. Anak-anak dilatih keterampilan, diajak belajar komputer dan internet, serta membaca buku bersama-sama para pengelola. Saya pernah meneliti mengenai kegiatan Literasi Digital pada Perpustakaan Umum Kabupaten/Kota di Sulawesi Selatan yang telah bergabung dalam program TPBIS, dari data Sistem Informasi Manajemen (SIM) (transformasi.perpusnas.go.id) menunjukkan bahwa kegiatan pada aspek bidang pendidikan yang paling dominan dilaksanakan selama tahun 2022. Bahkan separuh dari kegiatan pelibatan masyarakat adalah kegiatan di bidang pendidikan, presentasenya sebesar 55%. Baca selengkapnya Improving digital literacy in social inclusion-based library transformation program in South Sulawesi Province.


Pelibatan peserta didik dalam berbagai kegiatan di perpustakaan desa dapat dicek dalam beberapa media sosial yang dimiliki program TPBIS dan termasuk melalui media perpusdes/kel masing-masing seperti Youtube, Facebook, dan Instagram. Bahkan beberapa video penerima impact yang dibuat, mengisahkan perubahan peserta didik setelah mengikuti kegiatan di perpusdes. Jadi program TPBIS ini sudah menyentuh para peserta didik sejak awal, bahkan aspek bidang pendidikan adalah tertinggi dalam kegiatan pelibatan masyarakat.
Dengan demikian, adanya dukungan terhadap program Merdeka Belajar dan Kampus Merdeka merupakan kelanjutan dari konstribusi perpustakaan umum yang selama ini telah digiatkan. Di bawah kepemimpinan Plt. Kepala Perpusnas RI yang juga memangku jabatan di Kemendikbud, arah untuk menguatkan budaya baca dan literasi tentunya bukan hal baru bagi perpustakaan umum. Meskipun paradigma yang dibangun dalam transformasi perpustakaan selama ini sudah menuju pada literasi yang memberdayakan, namun kegiatan yang mendorong pembudayaan kegemaran membaca terus diupayakan. Strategi mendatangkan masyarakat ke perpustakaan dengan berbagai kegiatan keterampilan hidup juga pada dasarnya untuk menghubungkan bacaan dan memobilisasi pengetahuan. Titik temu yang dilakukan dalam pendekatan inklusi sosial ini memacu pengelola perpustakaan untuk dapat memfasilitasi pengetahuan tekstual dan pengetahuan terapan.
Rencananya Perpusnas RI akan membagikan setiap Perpusdes/Kel dan TBM berupa 1.000 buku bacaan bermutu yang kontennya relevan dengan peserta didik. Tentu hal ini menggembirakan bagi anak-anak karena akan tersedia buku-buku yang membuka imajinasi mereka. Sebab selama ini di perpustakaan sekolah mereka, koleksinya masih dominan buku teks pelajaran, ketimbang bacaan non-teks. Di satu sisi, perpustakaan desa akan memiliki koleksi yang menarik bagi anak-anak, namun di sisi lain di desa itu, mungkin perpustakaan sekolahnya masih kekurangan bacaan yang rekreatif. Tentu, sembari menanti penguatan perpustakaan sekolah dari Kemendikbud, kita harus terus mengupayakan sinergi dapat terjalin antara (perpustakaan) sekolah dengan perpustakaan umum yang memerankan sebagai pendidikan non-formal. Termasuk ketika mahasiswa aktif melakukan kegiatan literasi dan memanfaatkan layanan perpustakaan umum, sekiranya mendapatkan apresiasi dari kampus. Isyarat ini juga akan diharapkan terjalin sebagai kolaborasi antara pekerja pengetahuan: guru/dosen dan pustakawan/pengelola perpustakaan.



Dari bimtek SPP TIK Sulsel Gelombang 3 yang telah difasilitasi, tentunya kita mengharapkan agar para pengelola perpustakaan dapat melaksanakan rencana kerja yang telah disusun berdasarkan 3 strategi program yakni peningkatan layanan informasi, pelibatan masyarakat dan advokasi. Sebagaimana yang diharapkan oleh perwakilan Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Provinsi Sulawesi Selatan dan Perpustakaan Nasional RI pada acara penutupan.
“Selama 4 hari terakhir, bapak/ibu peserta telah bersama-sama belajar, berdiskusi, dan berbagi pengetahuan, serta pengalaman mengenai pengembangan perpustakaan dengan memanfaatkan TIK. Saya yakin dan percaya melalui bimtek ini kita semua telah memperoleh wawasan baru dan keterampilan yang akan kita terapkan untuk meningkatkan kualitas layanan perpustakan di desa masing-masing. Oleh karena itu kami mengucapkan terima kasih kepada pelatih ahli dan seluruh peserta yang telah mengikuti dengan penuh semangat”, Andi Sangkawana, Kabid Perpustakaan Dispusip Sulsel.
Pustakawan Ahli Utama, Muh Syarif Bando mengatakan bahwa program yang digagas ke depan bagaimana memperkecil kesenjangan antara rasio jumlah penduduk dengan buku, itu yang akan menjadi bagian dari prioritas sehingga tahun 2024 akan dibagikan sekitar 10 juta buku ke desa-desa.
Ia pun mengharapkan agar pemerintah Provinsi Sulsel terus melakukan replikasi dan termasuk Kabupaten/Kota melalui APBD, sebab menurutnya jika bertumpu hanya pada pemerintah pusat maka akan menunggu 50 tahun lagi. “Sebuah program harus diganti dalam setiap 25-30 tahun,” kata Muh Syarif Bando sesaat menutup acara dengan resmi.