Sharing Program TPBIS dengan Negara Anggota Colombo Plan: Dapat Pengalaman Baru dan Kembali Menguatkan Perpustakaan Umum



Pekan ini saya mendapatkan pengalaman baru dan kesempatan untuk berbagi sedikit pengalaman terkait pengembangan perpustakaan ke delegasi beberapa negara dalam kegiatan Knowledge Sharing Program on Social Inclusion-Based Library Transformation di Perpustakaan Nasional RI, Jakarta.  Kegiatan tersebut diadakan oleh Perpustakaan Nasional RI, Kementerian Luar Negeri dan Kementerian Sekretariat Negara ini menghadirkan 8 orang peserta dari negara-negara anggota Colombo Plan yang meliputi Laos, Malaysia, Nepal, Sri Lanka, Vietnam, dan Myanmar.

Sementara Indonesia sebagai tuan rumah menghadirkan 10 peserta yang berasal dari perpustakaan provinsi, kabupaten dan desa yang telah mengimplementasikan program Transformasi Perpustakaan Berbasis Inklusi Sosial. 10 orang yang diundang ini juga merupakan Master Trainer dalam Program TPBIS, sehingga diharapkan pengetahuan dan pengalaman yang telah diperoleh dapat dibagikan kepada peserta dari negara lainnya.

Sebagai salah satu peserta dari Indonesia, saya tentu merasa senang karena diberi kesempatan untuk dapat berbagi, meskipun sempat ragu untuk mengikuti sebab kemampuan bahasa Inggris yang belum dikuasai seperti rekan-rekan lainnya. Beruntungnya, para pegawai perpustakaan Nasional RI selalu memberi support, sehingga dengan dorongan seperti itu, saya pun menyiapkan diri untuk mulai belajar dan memberanikan diri. Boleh dikata, ini merupakan kesempatan pertama bagi saya dalam mengikuti forum yang mempertemukan peserta dari luar negeri. Tentu yang saya syukuri, hal ini menjadi pemantik bagi saya untuk mulai belajar lebih giat lagi, terutama untuk bisa menguasai percakapan bahasa Inggris. Saya berpikir pula, sebab beberapa bulan sebelumnya saya mengikuti konferensi Internasional ICOSIS, juga mensyaratkan berbahasa Inggris, mulai dari paper hingga presentasinya. Karena itu saya lebih terdorong lagi setelah forum Colombo Plan ini.

Dalam artikel kali ini, saya lebih banyak bercerita tentang pengalaman yang saya peroleh, termasuk kesan dari peserta yang mengikuti acara ini.

Pada hari pertama, kami disuguhkan materi terkait gambaran Colombo Plan oleh Kementerian Luar Negeri RI. Pada website kemlu.go.id, dijelaskan bahwa “Colombo Plan adalah organisasi antar pemerintah untuk memajukan pembangunan ekonomi dan sosial negara-negara di kawasan Asia dan Pasifik. Hal itu didasarkan pada konsep kemitraan untuk swadaya dan saling membantu dalam proses pembangunan dengan fokus pada bidang pengembangan sumber daya manusia dan kerja sama Selatan-Selatan.” Dalam penjelasan Kemlu, dikatakan bahwa Indonesia telah bergabung dengan Colombo Plan sejak tahun 1953 dan telah menerima banyak bantuan pendidikan dan pelatihan.

Saya juga berkesempatan melihat beberapa artikel yang telah diterbitkan melalui majalah mengenai partisipasi Indonesia dalam Colombo Plan. Terdapat pula beberapa laporan yang masih tersimpan dengan baik di Perpustakaan Nasional. Menariknya, semua informasi mengenai kegiatan Colombo Plan dapat dilihat pada lantai dasar Perpusnas RI. Ini juga yang membuat saya kagum, karena Perpusnas sebagai tuan rumah kegiatan ini menyambut forum ini dengan menghubungkan koleksi atau referensi yang terkait dengan kegiatannya. Koleksi tersebut menjadi informasi tambahan mengenai sejarah Colombo Plan, karena dari situ kita bisa melihat newspaper The Colombo Plan yang terbit tahun 1960. Terdapat pula sebuah buku berisi laporan delegasi Indonesia tentang Colombo Plan Conference of National Information Officers di Singapura tahun 1958.

Kesiapan Perpusnas RI dalam menjamu tamunya dalam kegiatan knowledge Sharing ini juga ditunjukkan dengan menyediakan buku-buku terkait negara-negara yang mengikuti kegiatan ini, mulai dari Malaysia, Vietnam, Laos, Sri Lanka, Nepal, dan Myanmar. Buku-buku yang dipajang bersama dengan koleksi Colombo Plan ini juga tampaknya dipilih dengan menampilkan buku yang membahas tentang budaya, sejarah, dan seputar negara-negara tersebut. Penyediaan koleksi terkait kegiatan ini saya kira inisiatif yang begitu penting dicontohi.

Adanya layanan yang disediakan tersebut, bagi saya, merupakan contoh layanan informasi yang responsif dan mampu menghubungkan koleksi dengan kebutuhan atau momentum. Dari sini pula, juga semakin menguatkan saya untuk mendorong, bahwa sudah waktunya kegiatan-kegiatan yang terlaksana dalam kegiatan pelibatan masyarakat senantiasa dihubungkan dengan sumber daya informasi yang tersedia dan disediakan. Sehingga dari kegiatan yang menghubungkan koleksi maupun informasi ini, diharapkan memicu masyarakat untuk mulai mendasarkan aktivitas belajarnya dengan membaca. Selepas masyarakat berlatih apapun di perpustakaan, maka meraka akan terus belajar dari referensi dan tautan yang telah ditawarkan kepadanya. Kelak, misalnya terdapat kegiatan pembelajaran atau pertemuan yang difasilitasi perpustakaan, maka sehari sebelumnya para pengelola sudah menyiapkan paket informasi yang akan terhubung dengan kegiatan tersebut.

Pada sesi berikutnya, digambarkan juga mengenai South-South Cooperation (SSTC) Program yang disampaikan dari Kementerian Sekterariat Negara RI. Berdasarkan penjelasan, South-South Triangular Cooperation bagian dari kerjasama pengembangan sesama negara berkembang saling memperkuat posisi negara-negara berkembang di forum internasional. Sebagaimana yang disampaikan Presiden Jokowi pada presentasi tersebut, “Kami akan memperkuat peran Indonesia dalam global dan regional kerjasama untuk membangun pemahaman antara negara, demokrasi, perdamaian dunia, tingkatkan Selatan-Selatan”.

Sementara pada sesi berikutnya diisi oleh Bappenas RI dan Perpusnas RI dengan topik bahasan Transformasi Perpustakaan Berbasis Inklusi Sosial (TPBIS). Sesi ini merupakan sesi gambaran kepada peserta terutama peserta dari negara-negara anggota Colombo Plan terkait TPBIS sebagai program prioritas nasional. Dalam kesempatan tersebut Joko Santoso, Perpusnas RI memaparkan secara lugas mengenai kerangka dari program TPBIS, alur program, hingga impact dari program tersebut.

Pada hari kedua, para pembicara dari Perpustakaan Nasional kemudian menyampaikan materi Positif Deviance, 3 strategi dalam program TPBIS. Sesi-sesi tersebut masing-masing dibawakan oleh Muhammad Irsyad Alfatih, Perwitasari R, dan Ajeng Istyarini. Dalam sesi ini, para peserta dari Indonesia aktif membagikan pengalaman mereka dalam implementasi TPBIS dan capaiannya di perpustakaan masing-masing. Dalam kesempatan itu, saya sendiri diminta menceritakan secara singkat mengenai video impact Rumah Kue Panyurak yang diputarkan kepada peserta. Saya menyampaikan bahwa penerima impact dalam video sebelumnya mengikuti kegiatan pelatihan Canva dan WA Marketing di Perpustakaan Umum Kabupaten Enrekang. Dari pelatihan itu, ia mendapatkan skill baru yang kemudian ia aplikasikan untuk memperluas bisnisnya melalui pemasaran online.

Pada hari ketiga, dilanjutkan dengan sesi mengenai Sistem Informasi Manajemen yang digunakan dalam TPBIS. Dedi Mulyadi, Master Trainer dari Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Kabupaten Sukabumi diberi kesempatan untuk menjelaskan menu-menu dalam dasbor aplikasi SIM kepada peserta, khususnya ke peserta luar negeri. Pada hari ketiga ini juga, peserta diajak untuk membuat Action Plan yang dipandu oleh Chaerul Umam dari Perpusnas RI. Para delegasi dari setiap negara selanjutnya berdiskusi untuk membuat rencana kerja yang akan dilakukan sepulang ke negaranya masing-masing.

Setelah 3 hari berada di ruangan mendengarkan materi, pada hari keempat, kami diajak oleh panitia menyambangi Perpustakaan RPTRA Mutiara Rawa Binong, Kelurahan Lubang Buaya, Kecamatan Cipayung, Kota Jakarta Timur. Di sana kami disambut dengan tarian Betawi yang diperankan oleh anak-anak. Memasiki kompleks RPTRA Mutiara Rawa Binong, kami juga disuguhi lapak-lapak yang menunjukkan hasil kreasi dan kegiatan yang difasilitasi oleh perpustakaan. Peserta dari 6 negara pun mendapatkan penjelasan mengenai hal tersebut.

Pada sesi acara sambutan, sejumlah tokoh hadir dalam acara tersebut di antaranya Kepala Pusat Pengembangan Perpustakaan Umum dan Khusus Perpusnas RI Nani Suryani dan Wakil Walikota Jakarta Timur Iin Mutmainah. Dalam kesempatan tersebut, para pengelola perpustakaan beserta penerima impact juga menyampaikan berbagai kegiatan yang telah terlaksana di perpustakaan dengan menerapkan 3 strategi dalam program TPBIS. Mereka menyampaikan langsung dengan menggunakan bahasa Inggris, sehingga peserta dari negara anggota Colombo memahami implementasi program TPBIS di Perpustakaan Kelurahan Lubang Buaya.

Setelah sekira 2 jam lebih mendapatkan sharing dari pengelola perpustakaan kelurahan, para peserta dari negara anggota Colombo Plan pun menyampaikan responnya terhadap visitasi sharing tersebut. Salah satu peserta dari Malaysia, menyampaikan apresiasinya terhadap kegiatan pemberdayaan masyarakat yang dilakukan oleh perpustakaan dalam program tersebut. Termasuk halnya wakil dari Vietnam, Bui Thi Hoang Thanh, juga terinspirasi dengan kegiatan-kegiatan yang dilakukan.

Di hari kelima, pada pagi hari para peserta dari luar negeri diberika kesempatan untuk menyampaikan presentasi mengenai action plannya. Kesempatan yang pertama diberikan kepada delegasi dari Asia Selatan, yaitu Perpustakaan Nasional Srilanka, Nimmi Deshappriya dan National Planning Commission Nepal, Samjhana Ghimire. Keduanya berencana sepulang dari kegiatan ini, mereka akan melakukan survei berbagai kelompok sosial di masyarakat, menggali masalah sosial dan mengidentifikasi kebutuhan informasi masyarakat. Hal yang menarik dari yang dipaparkan pada presentasi mereka adalah pada rencana Target Social Groups in the Community, di bagan yang ditampilkan dibuat dengan dikelompokkan berdasarkan kategori sosial dan usia. Saya pun menyampaikan apresiasi kepada mereka karena memiliki rencana yang akan melibatkan seluruh elemen, sebab dibayangan saya konsep inklusi sosial memang hendaknya menjangkau seluruh masyarakat berdasarkan kategori usia dan pekerjaan, sejak dari perencanaan.

Giliran presentasi kedua, peserta dari Asia Tenggara yakni Khanphathat Manotham (The National Library of Laos), Bui Thi Hoang Thanh (The General Science Library of HCM city- Vietnam) Daw Poe war oo (The
Government Technical Institute, Myanmar). Ketiganya memaparkan action plan terkait English Training for the Staff di perpustakaan mereka masing-masing. Lalu presenter terakhir berasal dari negara tetangga, Malaysia, masing-masing oleh Siti Suzani Mohamed (Senior Deputi Director, Perpustakaan Negara Malaysia), Hasnida Jakeria (Deputi Director, Perpustakaan Negara Malaysia) dan Noor Azzah Binti Momin (Chief Librarian, Universitas Sains Islam Malaysia). Mereka menyampaikan rencana kerjanya yaitu Pelatihan Pemasaran Kepada Masyarakat Di Kampung Senggang, Kuala Kangsar, Perak, Malaysia.

***

Forum yang berlangsung selama sepekan ini, selain saya mendapatkan informasi dan pengalaman baru, saya pun melihat antusias dari para peserta terhadap kegiatan-kegiatan dalam program TPBIS. Beberapa kali dalam respon dari peserta negara anggota Colombo ini memberikan apresiasi dan menyatakan ketertarikannya terhadap program ini. Hal ini juga dapat dilihat dari action plan yang mereka buat. Walaupun demikian, sharing program TPBIS kepada para peserta, mungkin juga memiliki penguatan terhadap program atau kegiatan yang telah berjalan di negara masing-masing. Artinya, TPBIS sebagai contoh transformasi perpustakaan, paling tidak dapat membuka paradigma baru dalam pengelolaan perpustakaan, bahwa tidak sekedar melayani masyarakat berpengetahuan tetapi juga memberdayakan masyarakat.

Menurut saya, transformasi perpustakaan yang memberdayakan masyarakat ini juga relevan untuk didorong di negara-negara Colombo yang berusaha memajukan ekonomi dan sosial melalui pembangunan SDM. Pertemuan sepekan tersebut bisa menjadi titik tolak untuk saling memberi masukan dan membangun kemitraan dalam pengembangan perpustakaan di kawasan Asia dan Pasifik. Apalagi teman-teman peserta dapat berkomunikasi melalui grup Whatsapp yang telah dibuat. Bukan tidak mungkin, delegasi Indonesia juga dapat melihat langsung pengembangan perpustakaan di negara lain dalam hal pengembangan perpustakaan umum.

Sepulang dari acara tersebut, saya pun semakin terpacu untuk bisa memikirkan penguatan program transformasi perpustakaan yang sudah berjalan di bawah koordinasi Perpusnas RI ini. Menyimak sisi yang masih perlu dikuatkan, misalnya bagaimana membuat masyarakat tetap terhubung-erat dengan sumber daya informasi saat mereka mendapatkan pelatihan-pelatihan di perpustakaan. Saya membayangkan ke depannya kegiatan pelibatan masyarakat sudah seharusnya memunculkan antusias peserta untuk menjadi pembelajar, dengan tetap mengajak masyarakat aktif memanfaatkan akses bacaan. Kelak ketika mereka mendapatkan manfaat berupa peningkatan skill dan income, ia tetap belajar dan menjadikan perpustakaan sebagai ruang menumbuhkan imajinasi dan inovasi.