Wacana Kecil

Menulis memang pekerjaan yang tak mudah. Setidaknya setelah beberapa bulan jeda mengisi blog ini, saya merasakan betapa pekerjaan teknis beserta aktivitas berbagi lainnya, menunda target-target personal yang telah disusun pada awal tahun. Janji pada diri, tinggallah janji. Walau begitu, janji bisa terus jadi semangat untuk melakukan yang lebih baik.

Kadang saya mulai berpikir realistis dengan bejibun urusan yang tak terduga serta inisiatif-inisiatif lainnya. Kadang pula saya ingin bermasa bodoh melihat keadaan, tapi apa daya, sepertinya jiwa kepustakawanan itu terlanjur kental. Pengalaman berorganisasi mengajarkan untuk tidak pantang terhadap kondisi yang ada. Hidup memang bisa dijalani dengan santai, demikian pula urusan pekerjaan, namun rasanya kita hanya akan seperti orang-orang yang tak berdaya. Menyiasati berbagai kekurangan, himpitan, serta problem finansial lainnya juga tak kalah dilematis, namun kesyukuran dan percaya akan setiap laku mendapat berkah, adalah hal yang menguatkan.

Hari-hari ini, kita melihat begitu banyak aspirasi, perubahan dan tantangan yang kita dengarkan, namun kesadaran kolektif tak lantas muncul. Gerak yang merespon itu, nyatanya baru bisa ada saat pemenuhan dasar terpenuhi. Itu wajar dan sangat wajar, namun akankah kita tidak lagi mau berinisiatif dan menunjukkan prasyarat. Keadaan kita saat ini, seakan-akan proses tak penting, yang terpenting ialah mendahului proses. Amunisilah yang menjalankan proses, tidak sepenuhnya dari tekad atau etos kerja.

Bayangkan saat ini, jika menulis juga bermula dari spirit perubahan. Akankah ini akan jadi bahan bakar untuk tetap konsisten? Ataukah memang tiadanya feedback yang nyata selama ini, jadi biang keladi yang menegaskan ketidakrelevanan ~kita~ saya. Tapi barangkali, mencoba berdialog sebagai drama, mungkin bisa jadi skenario yang memantik atensi, setidaknya ada yang mau mencicipi wacana-wacana kecil.