Wakaf Buku Sebagai Gerakan Literasi-Filantropi



Literasi dan Filantropi pada praktiknya dapat berkelindan dalam sebuah gerakan literasi. Mengapa? Karena kerelawanan literasi juga bentuk dari kerja filantropi. Tak hanya itu, kedermawanan dalam berbagi buku dapat kita saksikan dengan nyata. Seperti yang pernah kita nikmati setiap bulan pada tanggal 17, di mana digratiskannya biaya ongkir buku oleh Presiden melalui PT Pos Indonesia ke ruang pustaka dan taman bacaan masyarakat (terdaftar donasibuku.kemdikbud.go.id) seluruh tanah air. Meski Satu Hari Gratis Ongkos Kirim itu akhirnya terhenti, namun semangat berderma buku dari penjuru Nusantara masih kelihatan. Buktinya hingga hari ini gerakan filantropis melalui donasi dan wakaf buku masih terus digalang oleh banyak relawan dan institusi sosial penggerak literasi.

Telah semarak kita saksikan para Pegiat/Penggerak/Relawan Literasi di daerah dengan tujuan “berbagi rasa merdeka” (meminjam spirit @pustakabergerak.id), mewakafkan ide, tenaga, pengetahuan/keterampilan hingga berderma uang dalam gerakan literasi.

Saya menerangkan pula dalam Sarasehan “Literasi Filantropi” yang digelar kolaboratif di Kantor Baznas Enrekang oleh Gerakan Pemasyarakatan Minat Baca Kabupaten Enrekang, Baznas Enrekang, Dispustaka Enrekang, IPI Enrekang bahwa filantropi (modal) sosial tak semata soal beri uang, beras, tetapi bisa juga dengan tenaga sukarela sebagai volunteer, demikian halnya yang diperankan oleh kawan-kawan relawan literasi di Enrekang.

Dalam filantropi Islam dikenal dengan zakat, infaq, sedekah, dan wakaf (ZISWAF), dan salah satu praktik kedermawanan yang fleksibel karena pendistribusiannya bebas sesuai permasalahan yang dihadapi yaitu WAKAF. Masalah yang dihadapi dalam konteks ini, contohnya masih terbatasnya bahan pustaka di desa-desa. Selepas menhubungkan antara konsep literasi sebagai praktik sosial dengan filantropi melalui Wakaf, saya pun selanjutnya menawarkan aksi “Wakaf Buku”.

Wakaf buku sudah banyak digerakkan di daerah-daerah melalui Dinas Perpustakaan seperti di Jabar, Bandung, dan yang terdekat Maros. Bentuknya 1 ASN 1 Buku. Namun selain itu, ada juga yang digerakkan oleh Kampus maupun Komunitas seperti Wakaf Iqro dan Buku Agama. Dalam kesempatan yang diikuti oleh Wakil Bupati Enrekang Asman, saya menyampaikan contoh-contoh itu agar ke depannya Enrekang dapat mengikuti hal baik yang telah dilakukan oleh gerakan filantropis lainnya berkaitan dengan literasi ini.

Saya sependapat dengan Nana Sudiana dalam artikel Zakat dan Gerakan Literasi-Filantropi (Republika.co.id) yang mengatakan bahwa “gerakan literasi-filantropis dimulai dari kedalaman hati. Dari kesadaran bersama dan kesamaan cara pandang para relawan literasi dan pejuang filantropi”.

Rencananya, melalui kolaborasi lanjutan 4 lembaga di atas, program Wakaf Buku dapat diwujudkan dalam membantu gerakan literasi. Sebagaimana dikatakan oleh Muhamad Jubaidi dalam Fenomenologi Wakaf Buku Sebagai Gerakan Filantropi Dalam Kajian Al-Quran bahwa “Gerakan Wakaf Buku dapat membantu keberlangsungan sebuah nilai filantropi yang mampu membentuk kepribadian dari setiap kita, dengan sendirinya akan melahirkan nilai sosial keagamaan yang mampu membentuk karakter kesalehan”.

Bahan presentasi dalam kegiatan Sarasehan Literasi Filantropi dapat dibaca melalui link materi ini