Bukit Hijau Malino Bersiap Menuju Eduwisata



Sabtu pagi, saat jalanan masih cukup basah, usai hujan pada malamnya, saya menyambangi Bukit Hijau Malino di Desa Batu Mila, Kecamatan Maiwa. Jarak dari rumah berkisar 8 km. Sedang jalan masuk ke lokasi tersebut dari jalan poros kurang lebih 1.000 m. Sebagian jalan masuk sudah dibeton, berikutnya saya menyusuri jalan tani atau jalur perkebunan.

Untuk masuk ke dalam Bukit Hijau Malino memang belum ada informasi yang terpasang. Namun jika ingin menggunakan google map, titik koordinatnya bisa membantu. Nah, saya memilih untuk mengikuti saja jalan yang kelihatan memang sering dilewati. Jadi tanpa dipandu pun sebenarnya, sangat mudah menemukan lokasinya

“Sudah pernah ki ke sini sebelumnya?” sambut Musa.

Saya jawab belum, yang secara tak langsung juga memberi kesan bahwa lokasinya sangat mudah dijumpai.

Pagi itu, Musa ternyata sedang tidak sendiri, ada 4 orang kawannya yang bersantai dengan hidangan kopi dan pisang goreng. Dua orang di antaranya saya kenal di kampus. Lalu ada juga ayah Musa yang sempat menyapa kami.

Saya lalu diajak masuk, yang tak lain sebenarnya kolong rumah kayu yang dijadikan tempat nonkrong dengan nuansa cafe. Kata Musa, rumah itu bisa ditempati nginap jika ingin berkegiatan di Bukit Hijau Malino.

“Kemarin (tahun lalu), acara OSIS SMAN 2 Enrekang, diadakan di sini dan perempuannya nginap di rumah ini. Karena dipisah, rumah kayu yang di depan di tempati oleh peserta laki-laki,” papar Musa.

Selain 2 rumah yang dijelaskan, ada satu lagi rumah batu yang cukup besar dan tampak berdiri kokoh di tengah kebun. Rumah itulah yang dihuni oleh keluarga Musa sejak tahun 2013.

Di tempat saya duduk bercerita dengannya, saya bisa melihat area Bukit Hijau Malino yang cukup luas. Sebelum memastikan hal itu, saya meluangkan sekitar sejam berbincang mengenai konsep dan agenda yang diusung oleh Bukit Hijau Malino.

“Bukit Hijau Malino sudah lama buka, sejak tahun 2015. Tapi saat itu masih jadi area pancing ikan, di sini ada 8 kolam, dan 3 yang dibuka untuk umum,” jelasnya.

Pada tahun ini Musa berencana menjadikan Bukit Hijau Malino sebagai wahana agro-eduwisata. Jadi yang akan dikembangkannya ialah wisata dengan nuansa edukasi dan literasi.

Musa mengaku bahwa dirinya tertarik membuat alternatif belajar semacam pendidikan luar sekolah. Menurutnya ruang belajar secara nonformal bisa dihadirkan melalui melalui paket wisata dan alam.

“Kami sadar, Bukit Hijau Malino tidak berada di poros atau mudah diakses seperti tempat yang lain, sehingga kami ingin menjadikan tempat ini sebagai tempat yang dikunjungi karena tawaran eduwisata,” harapnya.

Sebagai langkah awal ia sudah menyediakan sarana yang bisa di tempati berkegiatan oleh siapa saja yang ingin merasakan belajar di alam sembari berwisata. Di area itu juga sudah disediakan fasilitas seperti aula terbuka, musholla, toilet, dan jaringan listrik.

“Jadi memang kita pelan-pelan membangun fasilitas. Meskipun sudah mulai dimanfaatkan tahun lalu untuk acara pelajar dan family gathering, untuk tahun ini kita coba menjaring kolaborasi,” katanya.

Musa yang juga pernah belajar English di Pare Kediri ini memang berupaya menggandeng berbagai pihak, salah satunya klub belajar bahasa Inggris. Ia pun merencanakan english fun yang bisa menyasar pelajar yang ada di bagian selatan Enrekang seperti Maiwa, Cendana, dan Enrekang. Musa sendiri sudah punya rekan yang akan membantunya menjadi fasilitator.

“Jadi tinggal kami mau menjajaki kolaborasi ke sekolah dan mengajak pelajar-pelajar untuk datang ke sini belajar dengan suasana agro. Bisa sambil bakar ikan atau bakar jagung!” terangnya.

Tentu saja, selain agenda yang sudah disampaikannya, ia pun menanti instansi, lembaga swasta, atau komunitas literasi bikin kegiatan semacam acara keluarga (family gathering) di Bukit Hijau Malino. Rencananya ia akan menyediakan paket-paket pilihan yang bisa dipesan, termasuk misalnya sajian khas Enrekang.

“Di sini kan ada ikan dan jagung, tapi bisa juga misalnya kopi robusta dari kebun Maiwa dan makan so’ri, sekalian mengenalkan yang khas dari sini,” tawarnya.

Setelah lama berbincang, saya pun ditemani melihat-lihat lokasi yang dimaksud Musa. Jalannya melalui belakang rumah yang posisinya agak berbukit. Dari atas bukit itu kami memandangi hamparan jagung yang mulai bertongkol. Kata Musa, ia sendiri yang memupuk dan merawat jagung itu.

Menuruni bukit, ada banyak jenis pohon yang kami lewati menuju area camping, di antaranya pohon jabon, sawit, enau, pinus, mangga, dan banyak lagi lainnya. Saya diantar hingga ke aula yang ternyata berdekatan dengan kolam ikan.

Saat sampai di situ, seorang pekerja sedang memasang batu untuk pondasi. Kata Musa, di situ rencananya juga akan dibuat kolam renang. Posisinya dirancang berdekatan dengan musholla dan toilet.

Jalur masuk dengan keluar dari area tersebut berbeda. Rute yang dibuat Musa seolah mengajak kita untuk mengelilingi sajian alam yang ada di Bukit Hijau Malino.