2019: Energi Literasi



Lembaran baru tahun 2019 dimulai. Sejuta harapan terbersit untuk hari-hari depan jadi lebih menarik. Agaknya proyeksi di tahun ini agenda literasi akan lebih bergema. Ada beberapa sinyal untuk menduganya.

Secara resmi Perpustakaan Nasional telah mengusung tagline literasi untuk kesejahteraan. Tagline ini mengemuka dalam program transformasi perpustakaan berbasis inklusi sosial sebagai salah satu program prioritas nasional. Bagi Dispustaka Enrekang, program tersebut merupakan penguatan peran sosial dan kelanjutan dari upaya menjadikan perpustakaan sebagai pusat belajar dan berkegiatan yang mendorong peningkatan kualitas hidup masyarakat.

Kabar lain yang menggembirakan, Enrekang akan memiliki gedung layanan perpustakaan yang representatif. Pengerjaan perpustakaan umum berlantai 4 akan dimulai tahun ini. Karenanya akan menambah gairah dalam membangun budaya literasi di Kabupaten Enrekang

Situasi kedepannya memang belum menjamin terbentuknya kultur literasi. Namun optimisme bergiat literasi haruslah senantiasa dinyalakan. Dan posisi perpustakaan dan pustakawan hendaklah menyimpul pegiat-pegiat literasi yang ada di Enrekang.

Topik literasi yang kini mulai ramai dibicarakan dan dimaknai luas tentunya menjadi modal untuk membuka layanan yang integral. Idealnya literasi digerakkan tidak hanya berkutat di rumahnya sendiri (perpustakaan), tetapi dapat ditemukan di banyak tempat, di area wisata, pos ronda, ruang (layanan) publik hingga dunia maya. Kehadiran ruang baca diharapkan mengisi beragam aktivitas. Jadi ada integrasi yang berkelindan.

Sebelum itu, pertemuan dan sinergi para stakeholder perlu dilakukan untuk mendorong kebijakan bersama membangun ekosistem literasi. Apalagi jika melihat cakupan literasi yang makin tersebar ke dalam istilah literasi informasi, literasi sains, literasi TIK, literasi finansial, literasi gizi, literasi industri hingga literasi budaya. Cakupan ini tentunya juga relevan dengan berbagai lembaga yang bertugas membangun kecakapan/keterampilan sumber daya manusia.

Jika melihat potensi Enrekang, sebenarnya punya kekuatan yang strategis dalam pengambil kebijakan. Tak diragukan bila pimpinan daerah dan stakeholder lainnya sudah tahu akan pentingnya literasi. Beberapa kali dalam seminar dan pertemuan literasi mereka menyampaikan bahkan memberikan arahan dan masukan. Modal tersebut sebenarnya tinggal dikelola secara maksimal dalam formulasi literasi yang lebih progresif dan menghasilkan kerja konkret.

Tiga tahun terakhir ini, sejumlah perpustakaan desa, TBM, dan pegiat literasi telah memulai aksinya. Beberapa diantaranya telah mampu menunjukkan keseriusan untuk mengembangkan perpustakaan secara berkelanjutan. Semua ini juga tak lepas dari kebijakan dan program yang telah berkonstribusi untuk pengembangan perpustakaan.

Namun demikian, masih banyak catatan yang harus dikuatkan. Seperti misalnya komitmen kepala desa terhadap literasi sebisa mungkin diwujudkan dengan pembangunan perpustakaan secara permanen. Mengingat belum adanya satupun perpustakaan desa yang berdiri secara mandiri, masih bergabung pada kantor desa atau gedung layanan yang lainnya.

Sebenarnya peluang untuk membangun perpustakaan yang mandiri, sudah dimulai sejak adanya dana desa. Hanya memang prioritasnya belum jadi yang utama. Maka jika tahun ini pemerintah desa sudah mulai membangun perpustakaan desa melalui dana desa, kiranya dapat memacu pertumbuhan literasi di kabupaten Enrekang.

Saya pernah mendengar testimoni dari beberapa orang saya yang kenal bahwa perpustakaan dan literasi di Enrekang sudah mulai mencuat dan tumbuh. Cerita demikian pastinya menjadi referensi dan energi, dan kita harus melangkah dengan optimal pada visi literasi untuk kesejahteraan.

One thought on “2019: Energi Literasi”

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *