Sekali Sita, Buku Pun Tersiar



Beberapa hari yang lalu saya membaca berita di salah satu media online tentang penyitaan buku yang diduga berisi paham komunis di Pare Kediri. Tampak foto berita seorang tentara sedang menyita buku di dalam toko buku. Katanya ada laporan masyarakat agar tidak menimbulkan keresahan.

Buku-buku yang sekilas saya lihat sampulnya itu, sering terpajang di berbagai toko buku. Aneh juga sebab di dunia digital ini sangat mudah menemukan bacaan serupa. Bahkan banyak digandrungi oleh mahasiswa yang sedang romantis dengan ideologi atau wacana perlawanan. Beberapa situs pun sering mengulas bacaan yang demikian. Makanya, banyak netizen yang membaca berita terkait hal itu mempertanyakan alasan sweeping itu. Bahkan ada yang menyarankan, kalau dilarang dalam cetak, yah cukup terbitkan saja dalam versi elektronik.

Saya sebetulnya sudah pernah membicarakan topik semacam ini secara intens. Tak hanya itu, saya juga pernah mengoleksi bacaan tentang pelarangan buku, yang ternyata diantaranya juga dilarang namun diterbitkan dalam e-book. Sementara yang satunya saya pesan secara langsung ke penerbitnya karena tidak terdapat di pasaran lagi, mungkin karena statusnya pun terlarang.

Hampir setiap ada berita pelarangan buku, saya berusaha mengikuti beritanya. Dan kali ini memancing saya untuk memikirkan jika misalnya ada anggota TNI/Polri yang senang membaca buku, mungkinkah ia akan membaca buku aliran kiri? Atau, patutkah misalnya bila kita meminta pendapatnya tentang konten buku itu? Yang pasti militer pun membaca, iya kan?

Peristiwa yang heboh itu, nyatanya juga memancing saya membuka data anggota dan pengunjung perpustakaan umum, dan ternyata tak satu pun anggota TNI/Polri yang menjadi anggota perpustakaan. Dari catatan ini, paling tidak saya membayangkan di kantor mereka terbuka ruang baca, jika memang bahan bacaannya bersifat khusus.

Berbicara literasi, sebenarnya TNI/Polri tidaklah kelihatan hirau. Buktinya beberapa anggota TNI/Polri pernah menerima apresiasi atas dedikasinya memobilisasi pengetahuan melalui motor pustaka. Malah ada yang secara rutin membawa buku untuk dibaca oleh masyarakat. Baru-baru ini juga kita mendengar Perpustakaan Nasional bekerjasama dengan Polri membuat pojok baca di kantor kepolisian. Demikian di Enrekang, seorang Kapolres pernah antusias membuat pojok baca di kantor yang dipimpinnya.

Itu sudah menunjukkan bahwa ada inisiatif yang dilakukan anggota-anggota TNI/Polri untuk mengajak membaca. Hanya saja saat penyitaan buku terjadi di tempat lain, tak ayal inisiatif tersebut seakan kontradiktif dengan semangatnya. Saat disita, malah dicari, ada yang bilang promo buku gratis.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *