Di pagi yang mendung, minggu (20/8/2017), saat memasuki gerbang Kebun Raya Masserempulu Enrekang (KRME), Desa Batu Mila, Kecamatan Maiwa, Kabupaten Enrekang, Sulawesi Selatan, saya seolah disambut oleh sekawanan orang yang terlihat berkaos seragam. Mereka tampak mengarahkan suatu kegiatan. Benar saja, saat saya meluncur masuk, beberapa orang sedang mengayuh sepeda keluar dari lokasi kebun raya mengikuti jalur yang dituntun orang tersebut. Saya pun segera mendapat informasi melalui spanduk yang berdiri di dekat pintu gerbang. Mereka ternyata sedang mengikuti Maiwa Bike Cross Country 2017 yang diselenggarakan Maiwa Bike Community.
Saat berpapasan dengan salah seorang panitia, ia menuturkan kegiatan Maiwa Bike Cross Country mengambil rute KRME, sekaligus turut mengenalkan kebun raya kepada peserta. Menurut penuturannya, event ini diikuti oleh berbagai komunitas pesepeda yang ada di Sulawesi Selatan, bahkan ada pula dari luar provinsi. Saya pun langsung menelusuri kegiatan ini di portal berita lokal melalui handphone, dan menemukan kutipan maksud diadakannya event tersebut. Di sana diterangkan, Maiwa Bike Cross Country bertujuan untuk mengenalkan potensi wisata yang ada di kecamatan Maiwa, salah satunya adalah Kebun Raya Massenrempulu Enrekang.
Sejumlah wisatawan yang datang berlibur tak ketinggalan menyaksikan pesepeda yang melintas. Pengunjung memanfaatkan momen itu sambil berswafoto dengan mengambil latar para pesepeda. Di tempat lain, beberapa pengunjung terlihat asyik bercakap-cakap di bawah rindangnya pepohonan. Semilir angin yang berhembus menjadi suasana yang nyaman untuk berlama-lama. Seperti kebanyakan pengunjung, sesekali mereka berpindah taman demi mengabadikan waktu rehat atau rekreasi mereka.
Ada banyak pilihan berswafoto yang bisa dikunjungi oleh pengunjung, dianataranya; danau, taman tematik dan juga lokasi konservasi tanaman. Sedang pengunjung yang ingin berkegiatan, pihak kebun raya terbuka mendukung selama kegiatannya positif dan tidak menganggu lingkungan dan ekosistem yang ada. Semisal yang pernah dikerjakan oleh Komunitas Literasi Massenrempulu (kulimaspul.com) yakni Kemah Pustaka pada tahun 2016.
Sembari menanti rombongan pesepeda lainnya, saya menyempatkan diri bercakap-cakap dengan tiga orang pengunjung. Ketiganya merupakan mahasiswa yang berkuliah di Makassar, sedang memanfaatkan waktu liburnya. Mereka mengakui baru pertama kali mengunjungi KRME, itu berkat informasi yang diperolehnya melalui media sosial. Saat ditanya mengenai suasana mengunjungi kebun raya, ia menyarankan agar lebih menambah wahana yang memikat.
Menurut petugas tiket, biasanya kalau cuaca bagus, rata-rata pengunjung yang datang di KRME berkisar 30-an orang perhari. Tiket sebesar Rp. 5.000 terbilang terjangkau. Ada yang secara khusus datang berlibur, adapula yang sekedar menuntaskan rasa penasarannya terhadap KRME. “Paling banyak di waktu libur seperti ini, apalagi kalau ada kegiatan,” ujar petugas tiket yang menjadi palang pintu redritbusi KRME.
Beberapa saat setelah puas menyaksikan rombongan pesepeda, saya menyambangi kantor Kebun Raya Massenrempulu Enrekang. Tak disangka, meskipun hari minggu, Kepala UPTD KRME sedang berada di kantornya. Saya lantas menemui dan membuka percakapan dengan Kepala KRME Mustakim Hamzah tentang perkembangan KRME.
KRME diusianya yang sudah memasuki sepuluh tahun, sejak diresmikan pada tahun 2007, pelan-pelan menunjukkan potensinya. Dalam kurun waktu itu, berbagai tanaman telah dikembangkan dan dengan beberapa taman tematik yang dibuat sebagai wahana wisata. Dalam hal pemanfaatannya telah menunjukkan animo. “Sebenarnya KRME masih dalam tahap pengembangan, meskipun pembangunannya terbilang agak lambat”, ujar Mustakim Hamzah.
Selain KRME berfokus pada konservasi, penelitian dan pendidikan lingkungan hidup, kehadirannya memang turut merangsang geliat pariwisata di Enrekang. Hal ini ditandai dengan kian dikenalnya tempat ini. Apalagi aksesnya yang berada di jalan poros, memudahkan masyarakat untuk sejenak menengok keindahan KRME. “Jadi disini bukan hanya tempat tanaman. Karena kita tahu zaman sekarang adalah zaman selfie, maka secara tidak langsung itu membantu kita promosi, dan kitapun harus tanggap,” lanjut Mustakim.
Sebenarnya tidak sulit mendatangkan wisatawan lokal maupun mancanegara, karena area ini dilewati turis. Tak heran jika orang-orang yang melihat gerbang KRME seringkali mampir sekalipun hanya memutarinya dan kembali melanjutkan perjalanananya. Yang lucu kalau misalnya ada pengunjung yang ingin masuk tanpa bayar karena alasan hanya ingin melihat sepintas. Padahal kalau ada yang bagus dan menarik, mungkin saja akan membuatnya berlama-lama dan betah. “Tinggal weser kanan, belok masuk. Tetapi kita harus siap dengan penginapan atau tempat peristirahatan dan tentu berbagai fasilitas yang nyaman. Begitupun potensi wisata di tempai lain di Enrekang jika ingin fokus mengembangkan pariwisata,” jelas Mustakim.
Saat ini KRME berada dibawah naungan Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Enrekang. Sebelumnya berada di Dinas Kehutanan, kemudian beralih dinas setelah kehutanan menjadi domain provinsi Sulawesi Selatan. Olehnya pengelolaannya tetap dilaksanakan pemerintah kabupaten. Meski berada di Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Enrekang, bagi Mustakim membangun kebun raya bisa dikerjakan bersama dengan dinas atau instansi lainnya di Enrekang. Dengan begitu, pengembangannya tidak hanya betumpu pada dinas yang menaungi, tetapi juga bisa bermitra dengan dinas tertentu sesuai sektor atau bidang apa yang tekait. “Nah, kenapa tidak kita “borongi”, contoh, masuk dinas pariwisata buat penginapan untuk wisatawan, atau dinas perikanan masuk mengisi kolam kita dengan ikan, atau dinas perpustakaan ingin membuat taman bacaan di sini, begitu juga SKPD lain, silahkan,” ungkapnya dengan optimis.
Karena itu, Mustakim menyadari kebun raya memang membutuhkan perhatian yang serius jika ingin memaksimalkan potensi yang ada. Apalagi kebun raya juga semakin sering digunakan untuk acara kabupaten. Menurutnya, selama ini para pegawai bekerja mengandalkan apa yang tersedia di dalam kebun raya, itu bisa dilihat dari beberapa taman yang dibuat.
“Untuk sementara ini banyak pekerjaan yang kita kerjakan hanya bermodalkan tenaga, karena kan kita menggaji pekerja dari tenaga harian yang berasal dari masyarakat sekitar. Kita bahkan sering mencari bahan-barang yang bisa dimanfaatkan, seperti batu-batu yang ada di sungai untuk membuat taman,” ujar Mustakim sembari menunjukkan lokasi yang dimaksud.
Bagi Mustakim, terlepas dari kondisi yang ada, ia mengaku salut dengan para pegawai dan pekerjanya yang saat ini berjumlah 60-an orang. “Saya sangat salut dengan kondisi, semangat kerja dari teman-teman pekerja. Misalnya, tenaga harian yang sejak awal berdirinya KRME sudah disini, mereka tidak perlu diawasi karena mereka sudah paham tugasnya. Tentu kami mengarahkan sesuai batas kemampuan yang dimiliki.
Saat ini fasilitas yang sedang dibangun KRME seperti mushala dan koperasi yang mewadahi penjualan souvenir dan warung. Disamping warga pun dapat menitipkan produknya di koperasi yang dijalankan. Kedepannya KRME pun akan mengajak beberapa pelajar dari sekolah sekitar untuk mengenal dan belajar lingkungan hidup.