Memadukan Radio, Musik dan Buku



Di era modern yang semakin dimanjakan oleh layar virtual, radio selangkah mundur dan menjadi barang yang ditinggalkan. Tak banyak lagi orang yang mendengarkan siaran radio. Terutama yang datang dari generasi net atau pribumi digital (digital native). Zaman yang meletakkan multimedia sebagai fitur yang atraktif.

Dulu orang mendengarkan lagu pada apa yang disiarkan (broadcast) penyiar radio. Musik didengarkan sesuai ritme radio, bagai didikte. Lalu kemunculan telepon seluler (handphone) yang memiliki pemutar musik menjadi awal perubahan. Mulailah penikmat musik mendengarkan lagu sesuai selera di handphonenya. Dulu, orang juga masih memutar musik lewat kaset radio atau walkman, berikutnya kepraktisan HP lebih terpilih.

Seiring perkembangan telekomunikasi, radio  kemudian menyediakan request lagu untuk ‘menangkap’ partisipasi pendengar. Lewat request lagu –melalui telepon, sms dan website- yang dibuka oleh radio, masyarakat  mulai dilibatkan memilih musik yang ingin didengarkan. Bahkan radio yang antusias didengar (terutama kawula muda) adalah radio yang menyiarkan program musik. Memang, kelompok yang paling banyak mendengarkan program musik adalah kaum muda.

Request lagu di radio motifnya tidak sekedar mendengar lagu. Biasanya orang me-request lagu sembari menyapa atau menitip pesan kepada sahabat, kekasih dan keluarga. Hal ini masih dilakukan saat orang sudah saling memberi kabar lewat telepon dan sms HP tanpa termediasi lagi dengan radio. Tetapi orang tertarik me-request lagu sembari menitipkan sapa. Yah, barangkali ada yang malu bertukar kabar secara langsung –apalagi kalau requestnya untuk yang romantis dan curhat-, atau memang tidak memiliki nomor kontak untuk bisa dikabari. Namun juga, tentu saja fenomena request lagu menjadi “gaya” anak muda saat itu.

Pada saat handphone semakin melimpah, orang masih melakukan aktivitas itu meskipun masing-masing telah memiliki handphone. Hingga akhirnya orang-orang beralih ke media digital. Mereka tak lagi pasif dengan hanya mendengarkan.  Apalagi maraknya radio internet (streaming) menjadi arus baru dalam mendengarkan musik, berita, infotaiment, drama dan siaran lainnya. Dengan radio internet maka jangkauannya semakin luas. Kemunculan radio internet pun perlahan-lahan menjadi pilihan dominan. Pilihan lain melalui internet yakni mengunduh musik secara gratis di komputer dan seluler. Hanya penggunaannya yang mengandalkan jaringan internet, belum dapat diakses secara mudah oleh masyarakat. Apalagi pada daerah yang belum merata jaringan untuk berinternet. Sehingga radio tradisional pada konteks demikian masih relevan dan akrab dengan masyarakat.

Radio Bagi Masyarakat Enrekang

Radio bukan barang baru bagi masyarakat Enrekang. Tercatat beberapa radio yang pernah mengangkasa diantaranya; Mario FM, Raffles, Rama dan Amanda. Sayangnya, keempat radio ini tidak lagi menyapa khalayak. Sehingga praktis tidak ada lagi siaran radio di Enrekang. Pada akhirnya akan menggerus pengdengar radio, meskipun beberapa radio dari siaran daerah lain sering terdengar di radio-radio masyarakat.

Pentingnya radio bagi masyarakat agraris seperti Enrekang ialah perannya dalam menyampaikan informasi dan edukasi. Peluangnya karena radio masih akrab sebagai kawan bekerja bagi para petani. Kita masih sering mendapati masyarakat bertani sembari mendengarkan radio. Entah mendengar radio dengan medium baru seperti HP atau tape. Inilah kelebihan radio yang bisa diakses sambil mengerjakan sesuatu. Berbeda dengan televisi yang tentu memusatkan mata kepada layarnya. Olehnya perlu menghadirkan kembali radio sebagai bagian dari upaya penyuluhan dan pembelajaran bagi masyarakat dengan cara broadcast.

Kehadiran radio juga dapat didorong untuk menjangkau daerah yang belum mampu mengakses televisi dan internet. Di sisi lain, eksistensi radio pada gilirannya dapat mengundang partisipasi masyarakat. Di sini kesempatan terbuka bagi pegiat literasi dalam menghadirkan siaran “radio buku” sebagai alternatif dari upaya mengajak orang membaca dengan cara mendengarkan buku. Di Indonesia sendiri, Radio yang mengusung diri sebagai “Radio Buku” adalah radiobuku.com yang dikelola oleh pegiat literasi di Yogyakarta. Seperti taglinenya “Mendengarkan Buku, Membuka Cakrawala”. Terinspirasi dari sana, kita mengharapkan ada “radio buku” yang bisa hadir di masyarakat Enrekang. Atau setidaknya radio yang memberi ruang membacakan buku atau request buku.

Melalui program radio buku, nantinya diharapkan dapat memenuhi kebutuhan informasi bagi para petani yang waktunya sempit untuk ke perpustakaan desa, atau sekedar menonton televisi. Menghampiri petani lewat radio dan membacakan mereka buku, sementara mereka membaca buku lewat mendengar. Radio buku selanjutnya dapat digunakan dalam mengajak orang untuk membaca dan ke perpustakaan. Lewat siaran radio, stigmatisasi terhadap masyarakat agraris bahwa petani tidak memiliki waktu untuk mengakses informasi dan pengetahun dapat diminimalisir. Itu artinya, budaya tutur dan mendengar bukanlah suatu hambatan dalam mengajak orang mau membuka buku. Justru sebaliknya dapat saling mendukung.

Namun bukan berarti “Radio Buku” disiarkan hanya untuk mendengarkan buku diorasikan penyiar. Tentu saja untuk menggaet pendengar, musik dapat menjadi selingan yang selalu memikat pendengar pada semua kalangan, terutama pemuda. Disamping memberi ruang bagi komunitas dan lembaga sosial untuk berbagi pengetahuan dan sosialisasi mengenai aksi sosialnya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *