Orang-orang menyebutnya SWISS. Kedengarannya familiar. Bukan Negara Swiss. Tapi barangkali terinspirasi dari situ. Atau istilah SWISS -yang sama dengan sebuah Negara itu- disimulasi menjadi keren dan populer. Seakan meminjam suku kata untuk menciptakan hiperrealitas –melampaui realitas atau kata, lalu membentuk kediriannya.
SWISS. Istilah yang berasal dari singkatan Seputaran Wilayah Sungai Saddang. Entah kapan pertama kali orang menggunakan istilah itu, tapi istilah tersebut telah melekat dan disetujui masyarakat. Jalan itu baru dibuka setelah jembatan baru berdiri setahun yang lalu. Keberadaannya menjadi akses menuju Pasar Enrekang dan kota. Rencana disana akan dibangun terminal.
Melewati jalan ini, memang kita serasa dekat dengan dua sungai yakni Sungai Mata Allo dan Sungai Saddang. Di sana kita juga dapat melihat kedua sungai menyatu menuju arus yang sama. Bantaran sungai saddang yang indah dan disertai landscape perkebunan nan hijau, menjadi objek yang menarik. Kita bisa menikmati lebih lama sambil menyeruput kopi atau berkaraoke. Yah, disekitarnya telah di isi beberapa kios dan warung yang menyuguhkan hidangan. Ada Warung SWISS, Warung 88, Café Nayla, dan lainnya.
Sore itu, jembatan Sekitar Wilayah Saddang tidak seperti biasanya. Para pengendara yang akan melintas harus mengantri dan membayar tiket masuk. Sebuah tenda dan plang berbentuk gerbang menuju lokasi Festival Sungai Saddang dan Enrekang Expo 2016. Seorang petugas yang berpakaian pramuka menjajahkan tiketnya, dan menghampiriku. Selembar tiket lalu kukantongi setelah membayarnya Rp. 10.000. Tak jauh dari gerbang masuk, ratusan motor telah terparkir mengikuti aturan panitia.
Sepanjang jalan kearah panggung dan garis start lomba perahu dayung, berdiri tenda lapak yang berjejer atraktif. Tampak seorang barista Macca Café, Muh Yusran Nur, mengolah kopi asli Enrekang, sementara penyaji kopinya melayani transaksi pemesan yang mengantri. Di lapak yang lain, tersedia kopi kemasan yang ditawarkan oleh PDD IPB AKN Massenrempulu. Mereknya Sipate Coffe, kopi yang diolah oleh mahasiswa IPB AKN Massenrempulu. Ada lapak buku dan jurnal kajian tentang keperempuanan yang dijual oleh Rahmawati Karim dari Saya Komunitas Perempuan Anti Korupsi (SPAK). Selebihnya, lapak banyak diisi penjual pakaian, termasuk baju bersablon khas Enrekang, Baju Maballo.
Di antara jejeran pohon kelapa, berdiri panggung utama Festival Sungai Saddang dan Enrekang Expo 2016. Dari sana sumber suara terdengar, Bupati Enrekang bersama Kapolres memberi sambutan atas penyelengaraan festival. Setelahnya, para penari Padendang asal desa Kabere, kecamatan Cendana, melantunkan irama dan tari yang menyiratkan tradisi syukur atas panen padi. Musik bambu yang dimainkan anak-anak sekolah menambah nuansa khas Massenrempulu. Juga persembahan tarian dari polwan Polres Enrekang. Acara lalu dibuka dengan pengguntingan pita oleh bupati.
Animo masyarakat atas kegiatan ini cukup tinggi. Sore itu, pengunjung mulai memadati stand dan bantaran sungai. Mereka kebanyakan penasaran menonton lomba perahu dayung. Di bawah terik matahari sore, penonton bersorak meriah menyaksikan pedayung yang mengayuhkan perahu. Perahu yang digunakan adalah perahu tradisional, dan diawaki lima orang setiap tim.
“Barusan lagi ini ada lomba dayung tradisional”, kata Ardy yang menemaniku berkeliling lapak. Seingatnya, lomba dayung dulu pernah diadakan, tetapi sekitar empat tahun yang lalu.
Di hari kedua, saya kembali menyaksikan lomba dayung. Kali ini mengajak keluarga dari kampung. Sore itu memang banyak masyarakat yang menggandeng keluarganya turut menonton. Gelaran Festival Sungai Saddang ini pun menjadi liburan alternatif keluarga di Enrekang. Apalagi di Kota Enrekang masih minim ruang untuk bersantai bersama keluarga.
“Orang Enrekang sangat antusias mengunjungi tempat hiburan baru”, kata Chairul Anam yang bertugas di stand Bank BRI. Menurutnya orang Enrekang selama ini tidak memiliki tempat alternatif untuk berliburan. Apalagi di Kota Enrekang ruang publik dan tempat berekreasi masih minim. “Wajar jika banyak warga menyambut dengan antusias kegiatan semacam ini”, ujarnya.
Selain itu, adanya Festival Sungai Saddang memberi kesempatan bagi para pedagang kaki lima mencari rezeki. Mulai dari penjual kacang, es kelapa, baju murah, hingga wahana permainan anak. Tidak ketinggalan, momen ini juga tidak dilewatkan oleh para pemotret yang tergabung dalam komunitas Fotografhi “Makkita”.
Festival ini juga dikunjungi warga pada malam hari. Pada malam minggu, lokasi tersebut ramai dikunjungi muda-mudi nongkrong dan menikmati kopi. Pengunjung juga dapat menyaksikan lomba karaoke tim yang diadakan panitia.
Melihat Festival Sungai Saddang dan Enrekang Expo 2016 ini menyita perhatian warga, beberapa pengunjung mengharapkan kegiatan ini dapat diselenggarakan setiap tahun.Demikian juga yang diharapkan oleh penyelenggara.
“Semoga kegiatan ini dapat diselenggarakan setiap tahun”, kata Nur Alam yang mengaku senang dengan adanya festival ini.