Coba kita saksikan dan dengarkan berita-berita yang tayang dengan kabar pengungsian dari berbagai warga Negara. Kebanyakan di antaranya adalah warga yang tengah mengalami konflik atau juga dalam kesulitan ekonomi, hingga rela berlayar di tengah lautan bermodal perahu. Demi mencari suaka, mereka mempertaruhkan nyawa; antara hidup dan mati.
Di Indonesia sendiri, para pencari suaka sudah mendarat dengan sempoyongan dan menunggu ‘tangan terbuka’ dari pemerintah dan kebaikan warga lokal. Meskipun mereka menyadari bahwa kehadirannya di Negara tertentu tidak resmi dan tidak memiliki hak apapun untuk ditampung (diungsikan). Namun, mereka mungkin berkeyakinan bahwa setiap manusia memiliki rasa kemanusiaan, dan melalui itu mereka menemukan tempat sementara untuk bernaung.
Apa yang menjadikan pengungsian ini banyak terjadi? Persoalannya memang kompleks. Selain karena persoalan ekonomi dan keterbatasan kondisi geografis suatu negara, juga salah satu yang menjadi sorotan ialah laju pertumbuhan manusia yang berpotensi mengalami overpopulasi.
Mengenai overpopulasi ini, kita bisa belajar beberapa hal dari karya Dan Brown “Inferno”. Terlepas dari pemecahan teka-teki pada puisi Dante yang menginspirasi Betrand. Dalam novel ini, Dan Brown menarasikan sebuah wabah atau virus yang diciptakan oleh Betrand untuk menahan pertumbuhan populasi. Sebagai pemikir Futuris, Betrand melihat masa depan dengan kekhawatiran akan hancurnya populasi. Sebab itu melalui pemikirannya, ia lalu menciptakan virus yang menyebabkan manusia menjadi mandul. Hal ini dilakukannya ketika ia tidak menemui argumen yang sama dengan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) -yang dipimpin oleh Sinskey- setelah menunjukkan prediksi kehancuran manusia atas dampak overpopulasi. Meskipun virus tersebut tidak sampai membunuh, namun perbuatan itu tetap dikategorikan sebagai tindak kejahatan.
Sungguhpun, Betrand menyadari bahwa kejahatan yang dilakukannya demi menyelamatkan manusia dan masa depannya. Di akhir cerita, Sienna Brooks yang menganggap Betrand sebagai guru dan juga kekasih, ingin menahan agar virus itu tidak menyebar, akan tetapi sia-sia sebab virus telah tersebar. Atas bantuan Profesor Langdon, komitmen Sienna untuk menanggulangi virus itu dilakukannya dengan mengikuti langkah penanggulangan WHO (Sinskey). Meski narasi novel tesebut pada akhirnya menyisakan pertanyaan, apakah akan ada obat atau cara untuk membersihkan virus yang telah di sebarkan Betrand -yang telah bunuh diri- itu?
Apa yang menarik dari narasi pada novel tersebut ialah ketika upaya pertumbuhan manusia ditekan melalui virus yang dapat menyebar keseluruh penjuru dunia. Lalu diantara kita mungkin menjadikannya jawaban atau solusi atas dampak pengungsian yang terjadi belakangan ini. Indikasinya bahwa overpopulasi ikut mempengaruhi ekonomi, politik, sosial, budaya serta aspek lainnya.
Benarkah upaya negara ini dalam menanggapi perihal itu dilakukan melalui program “Dua Anak Cukup” atau pembagian kondom gratis beberapa waktu yang lalu? Atau di Jepang yang telah menciptakan ‘boneka seks’ untuk memuaskan hasrat seksual manusia, tanpa terjadi pertambahan manusia. Jangan-jangan virus yang disebarkan oleh Betrand di negara tertentu sesungguhnya adalah slogan seperti “Dua Anak Cukup”.