Wajah baru selalu mengisi kampus setiap tahunnya. Setiap itu pula, berbagai aktivitas dan atribut dipersiapkan untuk menyambut kedatangan mereka. Slogan dan atau sekedar menyebut identitas digemakan dengan semarak. Antusias dan solidaritas penyambutan ini tidak saja menunjukkan kreativitas bagi mahasiswa yang berlembaga, tetapi juga sebagai proses pendampingan kepada mahasiswa baru untuk membentuk identitas kemahasiswaannya. Maka nampaklah semangat yang tinggi dari sebagian besar mahasiswa (senior) dalam momen penyambutan mahasiswa baru.
Identitas mahasiswa yang dibangun tentu diharapkan melahirkan generasi yang berpikir kritis, bermental kuat, kreatif dan progressif. Hal ini sudah semestinya dilakukan oleh para lembaga kemahasiswaan yang menjadi motor perubahan dalam tubuh kemahasiswaan itu sendiri. Pola interaksi dan pembinaan dibawah bimbingan mahasiswa (senior) adalah keharusan dan tanggungjawab yang tidak boleh dinafikkan. Sebab itu, peran dan fungsi lembaga kemahasiswaan dibutuhkan dalam melakukan internalisasi nilai-nilai yang ideal yang hendak ditanamkan. Artinya, penyaluran nafas kemahasiswaan adalah mereka yang juga benafaskan dan beridentitas mahasiswa.
Disamping itu, lembaga kemahasiswaan senantiasa perlu didorong melakukan penyegaran dalam kelembagaan yang bernuansa pada aktivitas ilmiah (intelektual) dan kreatifitas (berkarya). Yang tidak kalah pentingnya ialah bagaimana menjadikan lembaga kemahasiswaan sebagai ruang berdiskusi dan membangkitkan budaya literasi. Dengan pengaktifan aktivitas seperti membaca, menulis, dan berdiskusi, maka lembaga kemahasiswaan berkonstribusi menghadirkan nuansa akademik (ilmiah) diluar dari kewajiban kuliah sebagai tambahan atau mungkin alternatif. Apalagi ruang dan waktu mahasiswa lebih dominan di luar jam-jam akademik resmi. Karena itu, disinilah peran (lembaga) mahasiswa hadir mengisi ruang-waktu yang kosong itu.
Upaya lain yang hendak dilakukan oleh lembaga kemahasiswaan yakni mengajak mahasiswa yang berlembaga untuk mencintai perpustakaan. Hal ini merupakan ajakan yang bijak dan dapat merangsang intelektualitas mahasiswa. Apalagi selama ini perpustakaan cenderung belum mampu menarik perhatian mahasiswa untuk berkunjung disana. Melalui nuansa yang dibangun oleh lembaga kemahasiswaan ini, pada nantinya berpotensi melahirkan mahasiswa yang bertipologi kritis, kreatif dan berkemajuan. Dengan kata lain ‘memahasiswakan mahasiswa’. Maka penting kiranya menegaskan identitas mahasiswa bahwa mereka yang tanpa akivitas membaca, menulis, berdiskusi, berkarya dan berlembaga adalah ‘bukan mahasiswa’. Dan disinilah lembaga kemahasiswaan harus menjawab untuk dirinya sendiri. Termasuk mencari jawaban, apa yang sesungguhnya yang dilembagakan dan terlembagakan selama ini. (irs)