Berkembangnya media baru (internet) dalam kehidupan, telah mengubah berbagai pola komunikasi dan interaksi manusia di seluruh dunia. Media baru sebagai medium interaksi jarak jauh dan termediasi oleh komputer atau perangkat TIK, mengalami peningkatan yang signifikan.
Dewasa ini, cukup mudah jika anda ingin mengetahui sebuah wilayah atau melihat perkembangan sebuah daerah. Karena hampir dapat dipastikan, identitas daerah telah terserap kedalam media ini, yang pada nantinya menjadi informasi bagi siapa saja yang ingin mengaksesnya. Contohnya, kabupaten/kota di Indonesia seakan ‘berkewajiban’ memiliki situs pemerintahan yang menjadi pusat informasi, termasuk kabupaten Enrekang (www.enrekangkab.go.id).
Pada tingkat terkecil sekalipun, seperti pedesaan, kini informasinya tersedia, meskipun belum seluruhnya. Didukung bahwa adanya kebebasan pers dan keterbukaan-ledakan informasi, menumbuhkan semangat masyarakat untuk menjadi jurnalis warga dan atau sekedar berbagi informasi dan pengetahuan di berbagai situs berita, situs komunitas/pribadi (web/blog) dan media sosial.
Tulisan kali ini, akan mengulas secara singkat tentang pemanfaatan media baru di Kabupaten Enrekang. Berangkat dari pengalaman, ketika saya berada di sebuah desa di Enrekang, ada peristiwa yang menarik untuk mendapat perhatian. Peristiwa itu cukup mengejutkan, karena seseorang yang saya kenal sebagai petani dapat mengetahui wacana-perdebatan atau isu yang sedang diperbincangkan mengenai Enrekang. Ia menceritakan siapa saja yang berkomentar dan konten yang di komentari, bahkan menelusuri asal desa komentator dan profesi setiap pemilik akun yang ikut berinteraksi. Media yang kawan saya maksud adalah media sosial : Facebook.
Saya tidak memiliki data tentang berapa banyak pengguna facebook yang berasal dari Enrekang, juga tidak tahu berapa banyak yang memanfaatkan media sosial lainnya seperti Twitter, Line, Whats Up, Instagram dan sebagainya. Tetapi dari beberapa media sosial yang saya miliki diatas, facebook adalah ruang komunikasi berbasis kelompok (group) yang strategis sejauh ini. Ketika saya memeriksa salah satu grup facebook yang dimaksud kawan saya tadi, jumlah anggotanya sudah berkisar 17.000. Grup itu bernama Massenrempulu.
Dengan jumlah yang cukup banyak diatas, maka kita dapat menjadikannya sebagai media alternatif untuk melihat berbagai perkembangan kabupaten Enrekang. Meskipun pada titik tertentu, mungkin berpotensi menjadi miniatur dari kabupaten Enrekang, minimal dari aspek perkembangan TIK. Salah satu contoh, pada saat beberapa orang (yang “berpengaruh”) berhasil mengakomodir rencana pertemuan dengan atas nama “Facebooker Maspul”. Dari sini, terlihat bagaimana wacana yang diusung di grup itu, memberikan kesempatan untuk berkomunikasi secara offline (tatap muka). Keberhasilan ini merupakan fenomena yang menarik, sebab telah mampu mendorong komunitas virtual mengambil sebuah keputusan bersama.
Fenomena diatas seakan berbentuk “pemerintahan vitual”, meskipun tidak digerakkan oleh pemerintah yang sesungguhnya. Namun, pada saat individu yang berlatar belakang pemerintah ikut bergabung dan merespon setiap diskusi didalamnya, sebenarnya juga dengan secara tidak langsung merepresentasikan facebook sebagai medium (akses) hubungan masyarakat dan mengamati aspirasi masyarakat. Keleluasaan para facebooker untuk aktif-berpartisipasi secara setara (seimbang) merupakan modal sosial yang memberikan kesempatan yang sama. Sebab itu, manakala media ini telah mampu menyerap aspirasi dan menjadi referensi pengambilan keputusan atau melakukan pertemuan, maka pada titik ini kita telah membangun komunitas virtual yang strategis.
Komunikasi termediasi perangkat TIK ini sangat urgen bagi warga di kabupaten Enrekang. Sebab melalui komunikasi tersebut, masyarakat Enrekang yang semula tidak saling mengenal atau sulit melakukan pertemuan karena akses (jalan) antara desa yang tidak mudah dijangkau (kondisi geografis), dengan mudah melakukan interaksi baik yang berada di dalam maupun diluar daerah Enrekang. Hal ini akan berkembang lagi jika seluruh wilayah Enrekang sudah terjangkau oleh jaringan telekomunikasi (internet) secara merata.
Dengan begitu, maka persoalan administrasi, transparansi dan informasi yang sering dikeluhkan oleh karena alasan geografis dapat menjadi alternatif baru atau membantu pemerintah dan masyarakat di Kabupaten Enrekang. Konsep Smart City yang selama ini didengunkan di kota-kota besar di Indonesia dan tentu saja masih berproses, juga perlu menjadi pertimbangan (persiapan) bagi pemerintah dalam mengatur hubungan atau sistem koordinasinya melalui perangkat teknologi (pintar). Terutama jika kedepan di Enrekang akses jaringan internet semakin mudah dan merata. (irs)
One thought on “Enrekang dalam Komunitas Virtual”