Pustakawan dan Kebudayaan Lokal

Sebuah kebanggaan bagi insan kepustakawanan yang ada di Sulawesi Selatan dengan hadirnya perhelatan akbar bernama Pekan Perpustakaan Sulawesi Selatan 2015 di Perpustakaan Multimedia, 12-16 Mei 2015. Kegiatan yang dilaksanakan oleh Badan Perpustakaan dan Arsip daerah (BPAD) Provinsi Sulawesi Selatan ini adalah tahun yang kedua, dengan menghadirkan perpustakaan-perpustakaan umum daerah kabupaten/kota, perpustakaan perguruan tinggi dan penerbit-penerbit di Sulawesi Selatan. Kegiatan tersebut juga merupakan rangkaian peringatan Hari Buku Nasional (17 Mei 2015) yang diprakarsai oleh Perpustakaan Nasional Republik Indonesia dan merupakan tanggal berdirinya.

Disamping beragam kegiatan didalamnya dan dalam upayanya untuk mempromosikan perpustakaan kepada masyarakat, tentu saja pekan ini menjadi ajang silaturahmi dan berbagi pengalaman kepada sesama pustakawan, pihak perbukuan, pegiat literasi maupun mahasiswa perpustakaan. Sebab itu momen yang strategis tersebut, perlu mendapat apresiasi oleh semua kalangan, khususnya bagi pustakawan di Sulawesi Selatan untuk terus menciptakan semangat dan sinergitas dalam memajukan kepustakawanan Indonesia.

Dalam perkembangannya, kepustakawanan di Sulawesi Selatan mulai menunjukkan keinginan untuk melakukan transformasi, baik secara internal maupun eksternal. Salah satu buktinya, dalam pameran yang di selenggarakan tersebut, setiap perpustakaan menampilkan dokumentasi berbagai program terbaik yang telah dijalankan selama ini. Namun tentu saja kegiatan-kegiatan tersebut sudah pasti senantiasa perlu dievaluasi, termasuk sejauh mana keberhasilan-keberhasilannya. Walaupun keberhasilan dalam mewujudkan tugas-tugas pustakawan tidak mudah dipetik secara langsung, tetapi setidaknya mengukur pencapaian-pencapaiannya.

Menunaikan tugas pencerdasan bangsa memang bukanlah tanggungjawab yang instan dengan cara-cara yang instan pula, karena itu perpustakaan adalah tempat belajar sepanjang hayat. Yang demikian mengisyaratkan para pustakawan senantiasa menjadi seorang pembelajar. Bahkan dalam perkembangan (khususnya teknologi informasi dan informasi) yang semakin cepat, pustakawan diharapkan mampu beradaptasi terhadap perubahan-perubahan tersebut. Jika dahulu pustakawan hanya fokus pada pengelolaan pustaka dan informasi, maka sudah saatnya pustakawan menjadi manajer pengetahuan atau pribadi yang berpengetahuan (knowledgeable person), dalam rangka menghadapi berbagai tantangan.

Selain itu, seyogyanya pustakawan ikut terlibat dan memperhatikan aspek sosial-budaya dari keberadaan perpustakaan di tengah-tengah masyarakat. Perpustakaan harus mampu mendekati rakyatnya dengan beragam kegiatan, agar perpustakaan dan aktivitas membaca dapat mengakar dalam kehidupan rakyat. Stigma yang kaku terhadap perpustakaan yang selama ini melekat, sesegera mungkin dihilangkan dengan agenda-agenda kegiatan yang dinamis dan inovatif yang menghidupkan eksistensi perpustakaan. Terutama pada perpustakaan yang berada diakar rumput seperti perpustakaan desa dan taman bacaan masyarakat yang dibina oleh perpustakaan daerah kabupaten/kota, komunitas maupun pegiat literasi. Sebab itu, pustakawan harus menyentuh aspek sosial-budaya, apalagi perpustakaan daerah kabupaten/kota adalah institusi sosial-budaya yang berfungsi sebagai pusat informasi kebudayaan lokal.

Tema yang diangkat dalam kegiatan tersebut yaitu Memaknai Kearifan Lokal dalam Bingkai Peradaban, sangat menarik jika melihat fenomena kebudayaan lokal dewasa ini. Dalam memaknai kearifan lokal, perpustakaan daerah kabupaten/kota harus berperan aktif dalam menyebarluaskan informasi kebudayaan lokal dan melestarikan koleksi-koleksi kebudayaan lokal yang ada di Sulawesi Selatan. Maka sudah seharusnya, pustakawan sebagai selektor dan pengembang bahan pustaka, memokuskan referensi kebudayaan lokal sebagai koleksi defosit Sulawesi Selatan. Apalagi sudah banyak penerbit lokal (alternatif) dan penerbit nasional yang menerbitkan referensi lokal tentang Sulawesi Selatan.

Pentingnya melestarikan kebudayaan lokal tidak hanya mempertahankan material dan subjeknya, akan tetapi menjadi rujukan untuk meningkatkan kemampuan literasi kebudayaan lokal masyarakat. Dengan demikian, kearifan lokal terus berlangsung dengan mempertahankan nilai-nilai lokal agar tidak tergerus oleh modernitas. Olehnya perpustakaan dan pustakawan sebagai penjaga peradaban perannya sangat urgen dalam melestarikan khazanah kebudayaan lokal. Hal tersebut sudah diatur dalam pasal 22 ayat 2 Undang-Undang Nomor 43 tahun 2007 tentang Perpustakaan, disebutkan bahwa pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota menyelenggarakan perpustakaan umum daerah yang koleksinya mendukung pelestarian hasil budaya masing-masing dan memfasilitasi terwujudnya masyarakat pembelajar sepanjang hayat.

Sembari melakukan upaya pelayanan prima pada rakyat, lembaga perpustakaan perlu memberi ruang untuk para pustakawan/tenaga pengelola dalam mengembangkan kompetensi/skillnya. Bahkan sudah seharusnya perpustakaan menerima lulusan-lulusan alumni ilmu perpustakaan untuk menambah tenaga pustakawan yang selama ini belum memadai pada setiap perpustakan daerah kabupaten/kota di Sulawesi Selatan. Tentu saja, keseriusan pemerintah terhadap perpustakaan, dapat dilihat jika mau membuka formasi atau penerimaan calon pustakawan untuk setiap kabupaten/kota. Dan tidak dapat dipungkiri, bahwa di Sulawesi Selatan, masih sangat sedikit tenaga pustakawan, baik di perpustakaan sekolah, perguruan tinggi, dan perpustakaan umum daerah. Padahal lahirnya Peraturan Pemerintah RI No 24 tahun 2014 tentang Pelaksanaan UU No 43 Tahun 2007 tentang Perpustakaan, sudah memberi jalan pada perpustakaan untuk dikelola dan dipimpin oleh pustakawan. Olehnya dengan menegakkan aturan (undang-undang) tersebut, sesungguhnya memberi jalan perpustakaan dan pustakawan untuk maju.  (irs)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *