Momentum Selamatkan Peradaban

Ada beberapa hal yang menarik di bulan april ini yaitu perayaan Hari Warisan Dunia (18), Hari Kartini (21), Hari Bumi Sedunia (22) dan Hari Buku Sedunia (23) yang secara kebetulan bersamaan dengan peringatan 60 tahun KAA yang diselenggarakan di Indonesia. Rentetan hari tersebut menyiratkan beragam makna dalam konteks Asia-Afrika.

Di mulai dari Hari Warisan Dunia yang juga merupakan hari situs dan monumen, di cetuskan oleh UNESCO pada 1983. Salah satu tujuannya yaitu dalam rangka memberikan kesadaran dan semangat kepada masyarakat akan pentingnya melindungi dan melestarikan serta memahami warisan dunia. Hal ini begitu kontras dengan apa terjadi di dunia Arab baru-baru ini. Dimana banyak situs-situs penting disana di hancurkan oleh kelompok radikal yang bertopeng agama dengan dalil bahwa warisan tersebut bertentangan dengan nilai-nilai agama. Alhasil, gerakan yang secara membabi-buta ini menjadi ancaman yang serius dalam warisan pengetahuan dunia. Inilah salah satu hal yang perlu di perhatikan oleh Negara-negara yang berkumpul dalam pertemuan KAA di Jakarta-Bandung.

Hari Warisan Dunia pada dasarnya berkaitan dengan peringatan Hari Buku Sedunia yang merupakan aspek penting bagi peradaban umat manusia. Ironinya, penghancuran artefak kebudayaan seperti buku dan monomen yang dilakukan oleh kelompok teroris ikut melenyapkan budaya dan peradaban. Penghancuran memori atau ingatan manusia ini berpotensi menjadikan sebuah bangsa kehilangan identitas, apalagi jika budaya membaca pun hilang. Sebab, angka buta huruf masih banyak melanda negara-negara berkembang dan miskin di wilayah Asia-Afrika, termasuk di Indonesia.

Namun dalam perkembangan era digital yang semakin progresif, artefak budaya dapat dialihmediakan kedalam bentuk digital. Akan tetapi itu tergantung dari masyarakatnya, sebab kurang/malas membaca dewasa ini dikategorikan sebagai orang-orang ‘buta huruf”. Apalagi tidak dipungkiri bahwa kecerdasan seseorang ditentukan dari ketekunannya membaca, dan menjadi salah satu faktor kesuksesan seseorang dan kemajuan bangsa. Itulah sebabnya banyak yang mengasumsikan bahwa Negara yang miskin adalah Negara yang “illiterasi”. Sementara Negara yang maju seperti Jepang adalah Negara yang melek aksara (literasi).

Selanjutnya, peringatan Hari Kartini yang terinspirasi dari Ibu Kartini yang merupakan pejuang emansipasi perempuan. Mengenang Kartini secara simbolik sesungguhnya mengajak kita untuk melihat jejak perjuangan perempuan Indonesia dalam memperjuangkan hak manusia dan bangsa Indonesia. Jalur perjuangan yang ditempuh Kartini tentu berbeda dengan para militer yang mengangkat senjata, sebab meskipun ia hanya mengecap pendidikan kolonial, tetapi ikhtiarnya dalam melawan belenggu kebodohan dibuktikan dengan buah pemikirannya yang berpengaruh.Olehnya, refleksi terhadap hari Kartini hendaknya memupuk solidaritas perempuan untuk bersatu melawan penindasan dan eksploitasi terhadap diri mereka. Bukan hanya kaum perempuan, tetapi laki-laki pun harus menjadi partner setia dalam memperjuangkan hal itu. Salah satu jalan yang ditempuh Kartini bisa menjadi contoh adalah bagaimana ia berdiplomasi melalui surat-surat yang dikirim kesahabat-sahabatnya di luar negeri.

Maka dalam pergelaran KAA, penting kiranya Indonesia mengangkat wacana keperempuanan dalam forum tersebut. Secara internal, tenaga kerja wanita (TKW) (mayoritas perempuan) yang bermukim di Negara majikan mengalami kesengsaraan dan trauma yang mendalam. Hal ini dapat diperjuangkan melalui diplomasi dalam forum KAA yang menghadirkan banyak Negara yang menjadi tempat bekerja TKW kita. Sementara secara eksternal (dan internal bagi negara pada KAA), bahwa melihat fenomena di dunia saat ini, begitu banyak korban pemerkosaan dan perekrutan seksual untuk kelompok radikal atau teroris di Negara-negara Asia-Afrika. Sehingga dalam konteks ini, Hari Kartini tidak hanya dimaknai sebagai perjuangan perempuan di Indonesia, tetapi perempuan bersama pemerintah perlu melihat persoalan perempuan Indonesia di luar negeri dan perempuan di negara lain dalam regional Asia-Afrika.

Berikutnya, hari Bumi, diperingati secara internasional dalam upaya meningkatkan kesadaran terhadap bumi. Isu tentang pemanasan global dan lingkungan hidup sering menjadi kampanye untuk memperingati hari ini. Dimana manusia memandang bumi sebagai tempat tinggal manusia yang senantiasa harus dijaga dan dirawat dengan baik. Sebab dewasa ini, kemajuan industri yang tak ramah lingkungan dan alat penghancur/perang menjadi ancaman bagi ekosistem dan keseimbangan bumi. Wilayah Asia-Afrika dengan kekayaan alamnya merupakan salah satu warisan bumi, hendaknya menciptakan iklim lingkungan hidup yang terjamin kelestariannya di tengah-tengah industrialisasi yang massif dan berpotensi merusak alam. Tetapi sebenarnya dalam Hari Bumi, bukan hanya bumi yang menjadi fokus perhatian, tetapi juga manusia didalam bumi itu sendiri. Artinya, pengamatan terhadap bumi sebenarnya adalah pengamatan terhadap manusia dalam mengeksplorasi bumi.

Momen-momen diatas tentu bukanlah sesuatu yang baru dan banyak cara yang bisa dilakukan dalam memperingati hari-hari tersebut. Tetapi momentum tersebut sesungguhnya merupakan salah satu hal yang perlu untuk di refleksikan dalam kaitannya dengan pertemuan KAA. Karena bumi, manusia (perempuan) dan artefak kebudayaan (buku, situs, dan monumen) adalah tiga hal yang terus berinteraksi dan penting mendapatkan perhatian semua bangsa demi peradaban umat manusia. (irs)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *