Tak terasa HMPII telah memasuki usia satu dasawarsa. Jika diibaratkan dengan manusia, usia ini mulai menunjukkan kemandirian, pembentukan karakter, tekad belajar dan transformasi pribadi. Sejak dibentuknya 1 Maret 2004, HMPII telah banyak merasakan dinamika baik di internal HMPII sendiri maupun eksternal. Namun sejauh ini tentu capaian yang dilakukan oleh HMPII secara keseluruhan belum memberikan konstribusi yang maksimal terhadap perkembangan dunia perpustakaan dan informasi Indonesia. Hal ini bisa dilihat dari masih kurangnya koordinasi antar anggota-anggota yang bergabung dalam lembaga berskala nasional ini. Sejauh ini, kegiatan-kegiatan HMPII masih dilakukan sebatas pertemuan-pertemuan formal organisasi seperti kongres, mukernas, dan telminas. Belum lagi bahwa struktur kepengurusan yang terbentuk belum melibatkan secara merata setiap anggota yang bergabung dalam lembaga ini, sebagaimana diketahui bahwa di DPP hanya terdapat beberapa pengurus saja. Padahal sesungguhnya banyak SDM yang dimiliki oleh setiap himpunan yang bisa menjalin kerjasama di tingkat DPP. Sebab dengan adanya perwakilan disetiap himpunan atau minimal perwakilan dari DPW masing-masing, maka koordinasi antara pusat ke wilayah sampai ke himpunan dapat berjalan dengan baik. Secara umum, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan HMPII saat ini diantaranya sebagai berikut :
Orientasi Lembaga
Dalam beberapa pertemuan nasional baik kongres maupun mukernas, HMPII secara lembaga belum menampakkan orientasi secara jelas. Bahkan terkesan hanya sekedar kegiatan pertemuan atau silaturahmi semata. Belum lagi, respon atau wacana terhadap perkembangan perpustakaan dan informasi dalam bentuk aksi, penerbitan jurnal, bulletin, atau buku belum terealisasi. Akibatnya, gaung HMPII tidak pernah terdengar pada forum-forum pertemuan kepustakawanan maupun forum pendidikan perpustakaan. Padahal idealnya HMPII harus mampu menjadi sentral wacana dan teladan dalam transformasi kepustakawanan kearah yang lebih baik. HMPII bahkan punya peluang menciptakan sumber daya manusia yang unggul melalui pembinaan, pelatihan dan pengalaman berorganisasi. Melalui tradisi itulah nantinya, kita dapat bersinergi dengan berbagai lembaga lainnya seperti ISIPII, IPI, Perpustakaan Nasional, dan lembaga lainnya dalam memajukan kepustakawanan Indonesia.
Disisi lain, rumusan AD/ADRT yang di sepakati belum memberikan pemahaman dan pedoman dalam menjalankan organisasi ini. Bahkan hasil perumusan AD/ART pada kongres terakhir di Universitas Indonesia pada tanggal 26-28 April 2013 tidak jelas. Sebab pada saat itu sidang pembahasan AD/ART sebenarnya tidak tuntas karena dibatasi oleh jadwal atau waktu yang sangat minim untuk membahasnya. Periode kepengurusan yang saat ini dibawah kepemimpinan Fheby Azom setelah menggantikan Rico Adi Fasla yang mengundurkan diri (karena menjalankan tugas sebagai abdi Negara) telah memasuki 1 tahun, tetapi AD/ART belum juga terbagi. Padahal didalam AD/ART itulah yang memberikan petunjuk orientasi lembaga dan pedoman dalam berlembaga, sehingga akan sangat memungkinkan terjadi resiko berupa pelanggaran dalam berlembaga.
Pola Regenerasi
Regenerasi merupakan hal yang mutlak dalam sebuah lembaga agar dapat berlangsung secara terus menerus. Tidak terkecuali HMPII sebagai lembaga yang berusaha membangun silaturahmi nasional, membina SDM dan berkonstribusi terhadap kemajuan bangsa. Oleh karena itu, sudah seharusnya setiap lembaga memperhatikan pola regerasi atau pengkaderan demi tercapainya tujuan lembaga. Jika kita melihat kondisi HMPII saat ini, dapat dikatakan bahwa belum ada pola regenerasi/pengkaderan yang diterapkan. Tidak adanya pola pengkaderan dalam sebuah lembaga tentu berdampak pada kurangnya militansi dan komitmen serta orientasi dalam berlembaga. Dengan menyadari pentingnya pola regenerasi ini, dalam konteks HMPII ada beberapa hal yang perlu dipertimbangkan untuk dijadikan sebagai program yaitu salah satunya dengan mengadakan latihan kepustakawanan mulai dari tingkat himpunan atau yang diadakan HMJ/BEM-J (LK I), tingkat wilayah (LK II) yang diadakan oleh DPW dan tingkat nasional (III) yang diadakan oleh DPP.
Tentu untuk merealisasikan program seperti itu harus mempersiapkan kurikulum atau silabi pengkaderan secara nasional agar dapat diterapkan seluruh anggota HMPII. Meskipun nantinya ada silabi yang ditetapkan secara nasional, tetapi tidak menutup peluang kepada setiap HMJ/BEM-J untuk dapat menambahkan kurikulum yang dianggap relevan dengan kurikulum yang terintegrasi di jurusan dan fakultasnya atau materi suplemen lainnya.
Konsep pola pengkaderan ini nantinya akan menghasilkan dan membentuk pola kepengurusan dari output masing-masing latihan kepustakawanan. Artinya, anggota yang telah mengikuti LK I memiliki hak untuk dipilih dalam kepengurusan HMJ/BEM-J. Namun demikian, tentu setiap HMJ/BEM-J memiliki pola kegiatan tersendiri sebagai persyaratan menjadi pengurus, seperti pernah mengikuti Latihan Kepemimpinan (LDK/LKM) atau kegiatan lainnya. Selain itu bahwa tidak semua HMJ/BEM-J memiliki kegiatan pengkaderan yang menjadi persyaratan untuk menjadi pengurus, sebab mungkin saja tidak memiliki pola rekrutmen anggota HMJ. Biasanya lembaga ini tidak memiliki pedoman dasar lembaga secara internal karena kelembagaan mahasiswa diatur secara langsung oleh rektor atau pimpinan kampus. Misalnya, hanya pada syarat minimal dan maksimal semesternya, nilai IPK, loyalitas terhadap almamater, dan lain-lain.
Tentu hal ini bisa terlaksana ketika ada pertemuan yang merumuskan dan menyepakati konsep pengkaderan HMPII secara nasional. Sebagai contoh, HMJ/BEM-J yang memiliki LKM sebagai syarat menjadi anggota HMJ tidak perlu melakukan lagi kegiatan LK I, cukup menambahkan materi-materi yang disepakati secara nasional. Jika ada HMJ/BEM-J yang memisahkan keduanya, dengan kata lain mengadakan LK I itu justru lebih baik. Akan tetapi bagi HMJ/BEM-J yang belum memiliki kegiatan rekrutmen disarankan untuk mengadakan. Sebab nantinya proses mengikuti LK II harus membuktikan diri pernah mengikuti kegiatan LK I atau kegiatan seperti yang dijelaskan diatas tadi. Nantinya lulusan LK II dapat menjadi pengurus masing-masing DPW. Demikian halnya dengan lulusan LK III dapat menjadi pengurus DPP sesuai aturan yang dibakukan nantinya.
Di dalam HMPII untuk menjadi anggota memang yang terdaftar adalah atas nama HMJ/BEM-J, sehingga semua mahasiswa yang tergabung didalam HMJ/BEM-J secara otomatis menjadi anggota dan berhak mengikuti kegiatan-kegiatan HMPII serta menjadi pengurus. Namun berdasar uraian diatas, pola regenerasi tersebut perlu dipertimbangkan agar lembaga ini semakin berperan aktif dalam melahirkan regenerasi yang handal dan demi kemajuan kepustakawanan.
Disadari konsep diatas memang cukup berat untuk direalisasikan, tetapi demi terciptanya lembaga yang memiliki kader militan, loyalitas, dan komitmen yang kuat, maka hal ini perlu dipertimbangkan. Sebab, lembaga HMPII yang bersifat eksternal kampus ini, eksistensinya harus memberikan konstribusi yang nyata kepada setiap anggota HMJ/BEM-J yang merupakan wadah intra kampus. Sehingga ber-HMPII bukan lagi bernuansa kampus didalamnya tetapi kita adalah HMPII yang satu didalamnya. Meski masih terlihat warna-warni dengan almamater disetiap pertemuan tetapi didalam nafas perjuangan harus menunjukkan satu almamater bernama HMPII. Dari sini jugalah para mahasiswa perpustakaan dan informasi Indonesia dituntut mampu berkiprah tidak hanya di internal HMJ/BEM-Jnya tetapi secara regional dan nasional.
Rasa Kepemilikan
Rasa kepemilikan terhadap lembaga ini dapat tumbuh ketika kita menyadari bahwa HMPII merupakan wadah kebersamaan dalam mencapai tujuan HMPII. Kebersamaan itu harus mampu melepaskan ego-ego almamater dan sektoral. Dengan adanya rasa memiliki, maju dan mundurnya HMPII itu berada dalam tanggung jawab secara kolektif. Penyatuan potensi-potensi yang beragam baik dari karakteristik payung fakultas-kampus, budaya serta pengalaman berlembaga semestinya menjadi sebuah manajemen yang komplik. Hal itu bisa dilakukan dengan cara berpartisipasi melalui tenaga, dukungan moril bahkan materi dalam kegiatan-kegiatan yang diadakan oleh DPP dan DPW maupun HMJ. Dengan modal ini diharapkan muncul berbagai ide, gagasan, saran dan masukan yang dapat membangun HMPII secara terus menerus baik dari anggota HMPII maupun alumni HMPII. Bahkan rasa kepemilikan terhadap HMPII bisa berlanjut tanpa batas, apalagi jika terdapat wadah untuk alumni HMPII. Tentu alumni yang dimaksud adalah person dari anggota HMJ/BEM-J yang pernah berproses secara aktif di HMPII.
Pendanaan
Persoalan klasik dan salah satu kendala dalam roda organisasi HMPII ialah pendanaan atau anggaran. Meskipun anggota HMPII merupakan lembaga intra kampus yang memiliki anggaran dari kampus setiap periodenya, tetapi dana untuk kegiatan keluar seperti halnya mengikuti event-event yang diadakan diluar kampus tidak memadai bahkan tidak ada sama sekali. Sehingga itu, untuk mengikuti kegiatan-kegiatan HMPII peserta harus dikenakan konstribusi yang kadang cukup memberatkan bagi peserta karena juga membiayai perjalanan (transportasi) masing-masing. Bagi utusan yang dibiayai kampus tentu tidak menjadi masalah. Akan tetapi tidak berarti setiap tahunnya akan memperoleh biaya untuk mengikuti kegiatan HMPII, itupun pesertanya terbatas beberapa orang saja.
Sementara didalam AD/ART HMPII (acuan yang diatur pada kongres di UNAIR Surabaya 2011) telah diatur tentang pendanaan yaitu melalui iuran anggota dan pengurus HMPII. Akan tetapi (sepengetahuan penulis) pada dua periode kepengurusan terakhir pengurus tidak menjalankannya. Dampaknya, terutama kepada pengurus DPP ialah tidak adanya dana untuk menghadiri kegiatan-kegiatan yang diadakan oleh DPW maupun HMJ/BEM-J. Seyogyanya pengurus DPP apalagi pengurus inti (seperti ketua dan sekretaris) berkesempatan untuk hadir disetiap kegiatan HMPII dengan menggunakan dana lembaga tetapi karena tidak adanya anggaran maka jika ingin hadir harus mengeluarkan uang pribadi. Untuk persoalan ini sedikit bisa di atasi dengan meringankan biaya pengurus DPP tanpa mengenakan konstribusi dan biaya transportasi pengurus DPP (minimal ketua dan sekretaris) jika penyelenggara memiliki biaya untuk itu. Demikian halnya juga dengan DPW.
HMPII yang telah terdaftar dalam dikti sejak 2012 sebenarnya dapat menerima bantuan dana dari dikti (lihat http://www.dikti.go.id/id/mahasiswa/bidang-minat-bakat-danatau-keorganisasian/dana-bantuan-untuk-kegiatan-mahasiswa/). Berdasarkan surat resmi Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (Ditjen Dikti) Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia nomor 81/DIKTI/KEP/2012 tertanggal 27 Desember 2012 (http://hmpii.blogdetik.com/?s=dikti). Tetapi sejauh ini belum ada usaha serius yang dilakukan DPP. Selain itu HMPII sebagai lembaga semi-otonom bisa mengusulkan bantuan dana ke beberapa instansi pemerintah yang terkait seperti KEMENKINFO, KEMENDIKNAS, Perpustakaan Nasional, Forum Penyelenggara Pendidikan Perpustakaan dan instansi terkait. Untuk tataran Forum Institusi/Penyelenggara Pendidikan Perpustakaan dan Informasi bisa dilakukan negoisasi dan kesepahaman bahwa forum mahasiswa perpustakaan dan informasi Indonesia merupakan bagian dari kemajuan keilmuan perpustakaan dan informasi, sehingga dari forum itu dapat mengusulkan secara kelembagaan untuk memberikan pendanaan bagi masing-masing HMJ sebagai donatur tetap HMPII.
Koordinasi dan Informasi
Setelah dibentuknya sistem desentralisasi atau pembagian wilayah daerah di tubuh HMPII, sebenarnya memiliki peluang untuk lebih banyak berperan dalam mewujudkan cita-cita lembaga. Dewan Pengurus Wilayah (DPW) sebagai ujung tombak lembaga juga masih mengalami kendala seperti yang digambarkan diatas. Misalnya yang terjadi di DPW IV yang meliputi wilayah Indoensia Timur diantaranya UIN Alauddin Makassar, STISIPOL Soppeng, UNHALU Kendari, UMM Mataram, UNSRAT Manado dan UNCEN Papua. Untuk menghadiri kegiatan harus menempuh jarak yang panjang dan hanya bisa dilalui oleh pesawat dan kapal laut yang biaya transportasinya cukup mahal. Minimnya dana untuk biaya transportasi ikut mempengaruhi kurangnya koordinasi dan partisipasi para anggota untuk hadir dalam acara HMPII.
Dalam organisasi, salah satu yang menentukan keberhasilan setiap program kerja ialah koordinasi yang baik. Efektivitas kelembagaan HMPII dapat tercapai jika anggota yang berjumlah 20-an HMJ/BEM-J bisa saling berkomunikasi dan menjalin hubungan sikron. Apalagi saat ini untuk berkomunikasi, telah banyak perangkat TIK yang dapat dimanfaatkan. Ada dua media yang dimiliki oleh HMPII ialah media social (Facebook dan Twitter) dan blog (hmpii.blogdetik). Tetapi media sosial kurang di berdayakan menjadi ruang diskusi dan berkoordinasi, ditambah lagi blog yang dikelola kurang memberikan informasi dan berita kegiatan-kegiatan terbaru yang dilakukan oleh HMJ dan DPW masing-masing. Sangat ironi rasanya, jika sebagai calon manajer informasi tidak adapatif, kreatif, inovatif dalam memberikan informasi, apalagi yang berkaitan dengan dunia perpustakaan dan informasi. Begitu pentingnya koordinasi dalam berlembaga, maka dibutuhkan komunikasi yang efektif dan kerjasama yang baik. Sebab jika koordinasi tidak berlangsung dengan baik, mengakibatkan HMPII akan berjalan stagnan bahkan bisa bubar atau hanya tinggal sekedar nama (jika itu yang terjadi apalah arti HMPII).
TRANSFORMASI HMPII
Perkembangan pendidikan Ilmu Perpustakaan dan Informasi di Indonesia cukup menggembirakan. Ini ditandai dengan bertambahnya kampus yang menyelenggarakan jurusan ini. Dari data yang ada, sebanyak 24 PTN/PTS yang menyelenggarakan ilmu perpustakaan dan Informasi. HMPII sebagai wadah mahasiswa perpustakaan dan informasi juga ikut bertambah, tentunya yang telah resmi menjadi anggota HMPII. Pada kongres di UI yang lalu, sebanyak 190 orang delegasi dari 21 kampus yang hadir dalam acara itu. Jumlah ini merupakan jumlah yang terbanyak sepanjang berdirinya lembaga ini. Hal ini menandakan bahwa mulai muncul semangat persatuan dalam memajukan dunia kepustakawanan.
Dengan semangat kebersamaan, peluang HMPII untuk melakukan transformasi kearah yang lebih sangat terbuka lebar. Namun tentunya semangat saja tidak cukup, sebab ini harus dibarengi dengan perhatian terhadap persoalan yang telah disebutkan diatas. Transformasi ini harus dimulai dari kelembagaan HMPII itu sendiri, sehingga dengan itu, harapan terhadap mahasiswa perpustakaan dan informasi untuk melakukan transformasi dalam kepustakawanan Indonesia pada era saat ini dapat tercapai.
Kemajuan kepustakawanan Indonesia sudah semestinya berada di pundak para mahasiswa selaku calon pustakawan, sebagai estafet perjuangan dalam dunia perpustakaan dan informasi. Wacana-wacana yang hendaknya ditawarkan kemasyarakat dapat menciptakan iklim dan tradisi intelektual sebagai produksi konsep kemajuan. Dari sini, diharapkan lahir pikiran-pikiran yang cemerlang. Sudah saatnya HMPII menjadi laboratorium anggota HMPII dalam melakukan kajian kebijakan dan riset/penelitian tentang perpusatkaan dan informasi. Apalagi dengan perkembangan teknologi informasi dan komunikasi (TIK) yang begitu cepat dan kompleks ini, HMPII harus tampil terdepan dalam merespon secara adaptif dan membekali kompetensi anggotanya. Untuk menggali potensi-potensi seperti itu HMPII harus memberikan ruang/wadah dengan cara menerbitkan buku, jurnal, bulletin, diskusi, seminar dan sebagainya. Kegiatan lain yang bisa dilakukan ialah melakukan aksi atau tindakan lapangan dengan turut langsung ke pelosok-pelosok atau daerah-daerah untuk berbagi pengetahuan dan memberi inspirasi serta memperbaiki citra profesi pustakawan dan perpustakaan kepada masyarakat. HMPII dapat bekerjasama dengan intansi perpustakaan, pusat informasi, dan komunitas-komunitas yang bergerak dalam dunia perpustakaan dan pendidikan dalam memaksimalkan kegiatan yang dilakukan.
Sementara untuk membina anggota HMPII, diperlukan pembangunan karakter atau mahasiswa yang berkarakter. Karakter yang perlu dibangun meliputi kemampuan profesional, kemampuan personal, keterampilan sosial, adaftif terhadapap TIK, kreatif dan inovatif. Keterlibatan mahasiswa pada gerakan-gerakan sosial juga penting seperti memperjuangkan keadilan, kebebasan memperoleh informasi, merespon permasalahan yang terjadi dalam dunia literasi dan lain-lain.
Dalam uraian yang singkat, HMPII pada segala kondisinya sekarang ini harus melakukan perubahan ke arah yang lebih baik. Seluruh mahasiswa perpustakaan dan informasi Indonesia menaruh penantian dan harapan yang tinggi terhadap kemajuan HMPII dan kepustakawanan Indonesia. Untuk mewujudkannya sudah seharusnya kita memberikan konstribusi terhadap HMPII. Hal ini dapat di mulai dari kesadaran dan tanggungjawab kita selaku mahasiswa ilmu perpustakaan dan informasi Indonesia yang tergabung dalam HMPII.
Tulisan diatas bukan bermaksud untuk mencari kelemahan HMPII, lantas dijadikan sebagai bentuk kekecewaan. Tetapi melalui tulisan ini, justru memberikan perhatian dan harapan serta masukan untuk kemajuan HMPII. Saya meyakini, semua anggota HMPII ingin melakukan yang terbaik. Maka, sekiranya didalam ulasan singkat mengenai tulisan ini terdapat hal yang dianggap keliru dan subjektif, penulis tentu dengan senang hati berdiskusi dan menerima kritik, sebab apapun itu tentu muaranya demi kemajuan HMPII dan Kepustakawan Indonesia.
Jayalah HMPII. (irs)